AZERBAIJAN | Priangan.com – Armenia dan Azerbaijan kembali terlibat dalam konflik yang meningkat setelah Prancis mengumumkan niatnya untuk menjual senjata baru kepada Armenia.
Perjanjian senjata yang di antaranya meliputi penjualan howitzer self-propelled CAESAR, menambah ketegangan antara kedua negara yang telah lama berselisih terkait wilayah Nagorno-Karabakh.
Perang kata-kata tersebar ketika Menteri Pertahanan Prancis, Sebastien Lecornu mengumumkan kesepakatan tersebut pada Selasa (18/6). Armenia diperkirakan akan memperoleh aset militer modern untuk memperkuat pertahanannya.
Meskipun Prancis mempertahankan langkah tersebut sebagai bagian dari kebijakan luar negerinya, Azerbaijan merespons dengan keras dan menyebut keputusan tersebut sebagai “kebijakan berbahaya” yang bisa merusak hubungan regional.
Konflik antara Armenia dan Azerbaijan, dua negara di Kaukasus Selatan, telah berlangsung selama beberapa dekade dengan fokus utama pada Nagorno-Karabakh, sebuah wilayah yang diperebutkan dan mayoritas penduduknya adalah etnis Armenia.
Situasi eskalatif terakhir terjadi pada 2020 ketika Azerbaijan merebut kembali sebagian besar wilayah yang sebelumnya dikuasai Armenia, memicu pertempuran hebat yang berakhir dengan kesepakatan gencatan senjata yang dijembatani oleh Rusia.
Karenanya, reaksi terhadap penjualan senjata oleh Prancis menyoroti ketegangan yang belum terselesaikan di wilayah ini. Kementerian Luar Negeri Armenia mempertahankan keputusan untuk memperkuat militer mereka sebagai hak kedaulatan negara, sementara Azerbaijan mengecam langkah ini sebagai ancaman langsung terhadap keamanannya.
Selain itu, Armenia juga menghadapi tekanan internal signifikan. Konsesi teritorial terbaru, termasuk pengembalian beberapa desa perbatasan kepada Azerbaijan, telah memicu gelombang protes di negara itu.
Demonstrasi-demonstrasi itu menuntut Perdana Menteri Nikol Pashinyan untuk mundur, menambah kerumitan politik dalam konteks konflik regional yang lebih luas.
Prancis, dengan diaspora Armenia yang besar dan hubungan historis yang erat dengan Yerevan, telah menjadi pendukung tradisional Armenia di arena internasional.
Namun, keputusan mereka untuk menjual senjata ke Armenia telah menciptakan reaksi yang tajam dari pihak-pihak yang berkeberatan, termasuk Azerbaijan yang menyatakan bahwa hal itu merusak proses perdamaian yang sedang berlangsung. (mth)