TASIKMALAYA | Priangan.com – Dalam suasana politik yang kerap diwarnai intrik dan gesekan kepentingan, Oleh Soleh melontarkan pandangan berbeda. Politisi senior asal Tasikmalaya ini menegaskan bahwa kunci utama kepemimpinan bukan sekadar kecerdasan atau strategi, melainkan ketulusan hati.
Menurutnya, politik sering kali terjebak dalam praktik saling serang, fitnah, bahkan dendam pribadi yang justru merusak sendi demokrasi. Padahal, tujuan utama politik adalah menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat, bukan memperpanjang konflik antar-elite.
“Pemimpin itu harus bersih hatinya, teu juli, teu jahil, teu boga dendam. Kalau sudah bersih, ikhtiar politiknya pasti lurus dan bisa membawa maslahat bagi banyak orang,” ujar Oleh Soleh dalam Podcas Priangan.com beberapa waktu lalu.
Ia menolak keras praktik politik penuh kebencian yang saat ini marak mewarnai kontestasi di berbagai level. Dari pusat hingga daerah, rivalitas politik kerap meninggalkan luka panjang karena elite politik gagal mengendalikan ego.
“Kalau politik dijalankan dengan dendam, yang lahir hanyalah kebijakan balas budi atau balas dendam. Itu berbahaya, karena rakyat yang akhirnya jadi korban,” tegasnya.
Lebih lanjut, Oleh Soleh mendorong agar ketulusan hati dijadikan salah satu syarat moral bagi seorang pemimpin. Menurutnya, pendidikan politik yang baik seharusnya tidak hanya berbicara tentang regulasi, konstitusi, dan mekanisme demokrasi, tetapi juga membentuk karakter pemimpin yang rendah hati, jujur, dan tidak menyimpan kebencian.
“Bangsa ini butuh pemimpin yang punya hati luas, yang bisa memaafkan dan merangkul, bukan yang sibuk menyimpan dendam. Dari situlah lahir politik tanpa kebencian,” tambahnya.
Ia berharap gagasan ini bisa menjadi koreksi bagi situasi politik Indonesia yang belakangan cenderung makin keras. Demokrasi, kata dia, seharusnya melahirkan persaingan sehat, bukan arena untuk mengadu kebencian.
“Kalau hati pemimpin sudah bersih, maka rakyat akan ikut merasakan sejuknya politik. Itulah demokrasi yang bermartabat,” pungkasnya. (yna)