TASIKMALAYA | Priangan.com – Wacana pemilihan kepala daerah (pilkada) oleh DPRD kembali mencuat setelah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menggaungkannya dalam peringatan Harlah ke-27 PKB. Dukungan terhadap gagasan ini juga datang dari politisi senior PKB asal Tasikmalaya, Oleh Saleh.
Menurut Oleh, gagasan tersebut bukan sembarang wacana politik, melainkan pemikiran serius yang lahir dari evaluasi panjang atas praktik demokrasi langsung di Indonesia. Apalagi, ide itu disampaikan dalam forum resmi yang dihadiri Presiden, Wakil Presiden, para menteri, hingga jajaran elit politik nasional.
“Kalau ini hanya gagasan biasa, tentu tidak akan disampaikan di panggung sakral Harlah PKB. Artinya, ada keseriusan untuk mendorong evaluasi sistem pilkada langsung,” ujar Oleh Saleh, dalam Podcas Priangan.com beberapa waktu lalu.
Ia menilai, sistem pilkada langsung yang berlaku sejak era reformasi ternyata lebih banyak melahirkan masalah ketimbang solusi. Biaya politik yang tinggi membuat kontestasi politik kerap dirusak praktik politik uang. Dampaknya, yang terpilih bukan figur dengan gagasan dan kapasitas, melainkan yang punya modal besar.
“Demokrasi langsung hari ini sudah kebablasan. Masyarakat justru disuguhi ‘mie instan politik’, dikasih amplop, dikasih sembako, lalu memilih. Padahal tujuan demokrasi adalah melahirkan pemimpin berkualitas, bukan sekadar yang mampu membayar,” tegasnya.
Oleh menambahkan, banyak kepala daerah yang terjerat kasus hukum akibat biaya politik mahal. Kondisi ini, menurutnya, menjadi bukti nyata kegagalan sistem pilkada langsung dalam melahirkan kepemimpinan yang bersih dan substantif.
Karena itu, wacana mengembalikan pilkada ke DPRD dianggap lebih rasional. “Minimal, kalau dipilih DPRD, pertanggungjawaban politiknya jelas. Tidak ada lagi pemborosan anggaran triliunan rupiah untuk pesta demokrasi yang hasilnya sering mengecewakan,” tuturnya.
Meski begitu, Oleh tidak menutup mata terhadap kritik yang menyebut sistem lama rawan praktik transaksional di tingkat DPRD. Namun, menurutnya, kelemahan itu bisa diperbaiki dengan pengawasan publik yang ketat serta penegakan hukum yang lebih tegas.
“Setiap sistem pasti ada celahnya. Tapi kalau kita terus menerus membiarkan demokrasi langsung dengan biaya besar, korupsi akan makin merajalela. Sudah saatnya kita berani mengevaluasi,” pungkasnya. (yna)