TASIKMALAYA | Priangan.com – Salah seorang Praktisi Seni dan Budaya di Kota Tasikmalaya, Tatang Pahat, menyebut kalau pelaksanaan pilkada tidak terlalu penting bagi rakyat. Hal itu disampaikannya saat ditemui di sela-sela aktivitasnya, pada Senin, 24 Juni 2024.
Dalam kesempatan tersebut awalnya Tatang berbicara soal pemimpin di Kota Tasik. Menurutnya, berdasarkan pelaksanaan pilkada dari waktu ke waktu, sampai saat ini belum ada satupun pemimpin yang benar-benar berpihak kepada masyarakat. Mereka justru seolah keluar dari hakikat politik yang ada dan terkesan mencalonkan diri hanya untuk merebut kekuasaan demi kepentingan pribadi dan golongannya sendiri.
“Politik ini seakan-akan hanya jadi sebuah proses berebut kekuasaan tanpa membicarakan setelahnya. Pertamanya, kan, siga nu heu’euh, kita akan berpihak kepada rakyat, menyejahterakan rakyat, tapi konkretnya setelah dia jadi? Nggak ada, nggak ada. Selama ini program-programnya mana? Yang ada malah membuat masyarakat di bawah menjadi ribut, maka menurut saya pilkada ini bagi masyarakat nggak terlalu penting, masayarakat akan tetap jalan meski tidak ada pemimpin,” bebernya.
Tatang menambahkan, jika pun memang pilkada harus tetap dilaksanakan, ia meminta agar para calon pemimpin Kota Tasik harus konsekuen, konsisten dalam memegang prinsip, keputusan, serta rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena, perhelatan ini bukan hanya tentang mendapatkan kursi kekuasaan saja, melainkan ada hak-hak masyarakat yang harus juga dipikirkan.
Selain menyoroti soal itu, Tatang juga ikut berkomentar soal praktik-praktik kotor dalam politik yang kerap dilakukan oleh para politikus. Dalam hal ini, Tatang menyoroti soal politik uang yang belakangan marak terjadi di Kota Tasik. Menurutnya, perilaku itu harus dihapuskan karena berdampak buruk terhadap masyarakat.
Selain merusak nilai-nilai demokrasi, perliaku kotor itu juga akan membuat masyarakat semakin apatis hingga menimbulkan sikap pragmatis di kalangan masyarakat dalam memilih calon pemimpin.
“Ini, kan, bahaya, ketidakpercayaan diri para politisi sehingga mengambil jalan praktis itu justru akan membuat masyarakat terbiasa dengan sikap pragmatis saat perhelatan pemilu dilakukan. Kalau demikian, simpulnya, dalam pilkada ini adalah memilih yang buruk dari yang paling buruk,” tandasnya. (wrd)