TASIKMALAYA | Priangan.com – Ada 8.728 pondok pesantren di Jawa Barat yang tersebar di 27 kabupaten/kota, sehingga menjadikannya sebagai provinsi dengan jumlah pesantren terbanyak di Indonesia. Sementara Jawa Timur punya sekitar 4.452 pesantren dan Jawa Tengah memiliki sekitar 3.787 pondok pesantren.
Di Jawa Barat, Kabupaten Tasikmalaya merupakan daerah yang paling banyak pesantrennya dibanding kota/kabupaten lain. Jumlahnya mencapai 1.344 pesantren, sehingga dikenal sebagai kota santri. Sebutan itupun turut melekat ke Kota Tasikmalaya yang punya sekitar 278 pesantren.
Namun, banyaknya jumlah pesantren di dua daerah yang semula satu itu belum memberi warna signifikan pada setiap perhelatan politik, termasuk pemilihan kepala daerah. Begitupun dalam pilkada tahun ini.
Menjelang pelaksanaan hajat politik lima tahunan ini, tensi di Kota Tasikmalaya sudah mulai menghangat. Sejumlah sosok telah menyatakan diri siap bertarung di pilkada. Namun, dari sederet kandidat yang ada, tidak banyak tokoh agama yang turut berupaya duduk di bangku eksekutif.
Saat ini, setidaknya ada 14 orang yang mengincar kursi wali kota dan sudah menyatakan keseriusannya untuk maju di pilkada. Mereka adalah Muslim, Viman Alfarizi Ramadan, Azies Rismaya Mahpud, Yadi Mulyadi, Dede Muhammad Muharam, Wahid, Demi Hamzah, Agus Wahyudin, Muhammad Yusuf, Yanto Oce, Dicky Chandra, Ivan Dicksan Hassanudin, Arief Hidayat, dan KH. Aminudin Bustomi.
Dari sederet nama itu, hanya satu orang yang mewakili tokoh agama, yaitu KH. Aminudin Bustomi. Kendati begitu, posisinya sampai saat ini masih belum jelas, apakah sebagai calon wali kota, calon wakil wali kota, atau malah tidak jadi maju lantaran sepi peminat?
Selain menjadi pengasuh salah satu pondok pesantren di daerah Paseh, Kiai Amin juga merupakan ketua MUI Kota Tasikmalaya dan ketua DKM Masjid Agung Kota Tasikmalaya. Pergerakannya di ranah umat sudah tidak diragukan lagi. Bahkan, ia tak sungkan ikut demonstrasi bila terjadi peristiwa-peristiwa yang menyakiti umat Islam.
Kendati punya posisi strategis di kalangan umat muslim, dalam pilkada tahun ini Kiai Amin tidak mendapatkan tempat istimewa. Sejumlah partai sudah meliriknya, namun hanya dibidik sebagai bakal calon wakil wali kota.
Kondisi serupa terjadi di Kabupaten Tasikmalaya. Dari tiga belas bakal calon yang ada, hanya dua orang yang bertitel kiai haji. Mereka adalah KH. Acep Adang Ruhiat dari Pesantren Cipasung dan KH Atam Rustam dari Pesantren Sukamanah.
Selain dua nama itu, ada sosok lain yang sama-sama mengincar kursi bupati Tasikmalaya, yaitu Ade Sugianto, Asep Muslim, Iip Miftahul Paoz, Asep Sopari Al Ayubi, Cecep Nurul Yakin, Tetep Abdulatif, Dedi Kurniawan, Iwan Saputra, Erry Purwanto, Yod Mintaraga, dan Asep Dzulfikri.
Sebenarnya, Iip Miftahul Paoz dan Cecep Nurul Yakin punya ikatan kuat dengan pesantren. Namun, publik lebih mengenalnya sebagai politikus. Iip yang merupakan bagian dari keluarga besar Pesantren Baitulhikmah dikenal sebagai politikus PKB, sedangkan Cecep yang menjabat Ketua DPC PPP berasal dari Pesantren Khoerul Huda Pancatengah.
Pemerhati Politik, Asep M Tamam, mengatakan, pengaruh tokoh agama atau ulama kerap dibutuhkan dalam setiap perhelatan politik. Tak sedikit politikus yang mendadak rajin silaturahmi kepada ulama.
“Banyak faktor yang mendorong politisi datang ke para ulama. Tentu saja adalah harapan bahwa para politisi itu diakui memiliki religiusitas, kemudian kepedulian kepada ulama,” ujarnya.
Asep menegaskan, agama dan politik tidak bisa dipisahkan lantaran keduanya terkait erat dengan kepentingan umat. Hal itupun telah dicontohkan Rasulullah Shallalahu’alaihi wasallam dan para sahabat. Selain menjadi pemimpin spiritual yang penuh keteladanan, mereka juga panutan dalam urusan politik. (wrd)