KONSTANTINOPEL | Priangan.com – Romawi tercatat sebagai salah satu bangsa besar yang sudah berkali kali terlibat dalam berbagai peperangan yang menentukan arah sejarah dunia. Salah satu peristiwa penting yang tercatat adalah Pertempuran Actium pada 2 September 31 SM, sebuah pertempuran laut yang menjadi penentu berakhirnya Republik Romawi sekaligus membuka jalan bagi lahirnya Kekaisaran Romawi.
Persaingan panjang antara Octavianus, putra angkat Julius Caesar, dan Mark Antony, jenderal kepercayaan Caesar, akhirnya mencapai titik klimaks di perairan Actium, Yunani. Awalnya, keduanya sempat bersatu dalam Triumvirat Kedua bersama Lepidus untuk menjaga stabilitas Romawi setelah terbunuhnya Caesar. Namun, ambisi politik dan perebutan pengaruh membuat aliansi itu runtuh. Lepidus tersingkir lebih awal, menyisakan persaingan terbuka antara Octavianus dan Antony.
Hubungan Antony dengan Cleopatra, ratu Mesir, semakin memperkeruh keadaan. Langkah Antony yang memberi legitimasi kepada Caesarion, putra Cleopatra, sebagai pewaris sah Caesar dipandang sebagai ancaman serius bagi posisi Octavianus. Keputusan Antony untuk tinggal di Mesir, menceraikan Octavia, saudari Octavianus, dan menyerahkan sejumlah wilayah Romawi kepada Cleopatra serta anak-anaknya, memicu kemarahan Senat Roma. Melalui propaganda yang terarah, Octavianus berhasil membentuk opini bahwa perang yang akan datang bukanlah melawan Antony, melainkan melawan Mesir di bawah pimpinan Cleopatra.
Kedua pihak pun mempersiapkan pasukan dalam skala besar. Antony dan Cleopatra mengerahkan sekitar 500 kapal, sementara Octavianus dengan bantuan laksamananya, Marcus Agrippa, membawa sekitar 400 kapal. Meski secara jumlah Antony unggul, kondisi pasukannya yang melemah akibat penyakit membuat situasi berbalik. Agrippa dengan cerdik merebut pangkalan-pangkalan penting di sekitar Yunani, memutus jalur logistik Antony, hingga memaksanya mencoba menerobos blokade laut di Actium.
Pertempuran berlangsung sengit di tengah laut terbuka. Kapal-kapal besar milik Antony, termasuk quinquereme dan octeres, memang memiliki kekuatan tembak yang besar, tetapi lamban dan sulit bermanuver. Armada Octavianus yang lebih ringan berhasil memanfaatkan kelemahan itu. Dengan dukungan senjata baru berupa harpaks, semacam alat kait yang ditembakkan dari balista, kapal-kapal Octavianus mampu menarik dan menahan kapal musuh untuk kemudian dinaiki pasukan.
Di tengah kekacauan, Cleopatra memutuskan untuk melarikan diri bersama armada kecil yang membawa harta kekayaan, diikuti Antony yang meninggalkan pasukan besarnya. Kepergian mereka membuat moral prajurit yang tersisa runtuh. Sebagian menyerah, sebagian lain memilih bertempur hingga kapal mereka tenggelam. Kemenangan pun jatuh ke tangan Octavianus.
Kekalahan di Actium menjadi awal kehancuran Antony dan Cleopatra. Setahun kemudian, Octavianus masuk ke Mesir. Antony bunuh diri setelah posisinya kian terdesak, disusul Cleopatra yang memilih mengakhiri hidup daripada ditawan. Dengan berakhirnya kekuasaan Ptolemeus, Mesir resmi menjadi provinsi Romawi yang langsung berada di bawah kendali Octavianus.
Tiga tahun setelah kemenangan di Actium, Octavianus secara resmi mengubah dirinya menjadi Augustus, kaisar pertama Romawi. Peristiwa di Actium bukan hanya mengakhiri perang saudara, tetapi juga menandai transisi besar dari republik menuju kekaisaran yang akan bertahan berabad-abad kemudian. Pertempuran ini menjadi salah satu momen penting dalam sejarah dunia, saat Mediterania sepenuhnya berada di bawah kendali Roma. (wrd)