Perkawinan Siri Setelah Kekerasan Seksual: Solusi Salah yang Lukai Korban Dua Kali

TASIKMALAYA | Priangan.com – Seorang pria berusia 50 tahun di Kecamatan Taraju, Kabupaten Tasikmalaya, diduga melakukan tindak asusila terhadap anak perempuan yang masih berusia 13 tahun, yang merupakan tetangganya sendiri.

Kasus ini mulai terungkap ketika korban melahirkan seorang bayi di sebuah puskesmas setempat pada April 2025. Setelah dilakukan pemeriksaan, diketahui bahwa korban telah menjadi korban kekerasan seksual sejak Agustus 2024.

“Kasus ini baru terungkap setelah korban melahirkan. Setelah dilakukan penyelidikan, diketahui bahwa peristiwa tersebut terjadi berulang kali dalam kurun waktu beberapa bulan,” ungkap AKP Ridwan Budiarta, Kepala Satuan Reskrim Polres Tasikmalaya, kepada wartawan Rabu (14/5/2025).

Pelaku yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka diketahui memanfaatkan bujuk rayu dan pemberian fasilitas berupa pinjaman sepeda motor untuk memanipulasi korban. Tindakan tersebut termasuk dalam bentuk eksploitasi seksual anak yang dilindungi secara tegas oleh Undang-Undang Perlindungan Anak.

“Pelaku memanfaatkan kelemahan psikologis korban dengan iming-iming pinjaman motor. Ini menunjukkan pentingnya edukasi anak tentang bahaya manipulasi dan pentingnya komunikasi terbuka dengan keluarga,” tambah AKP Ridwan.

Mirisnya, setelah peristiwa tersebut terbongkar, pihak keluarga korban sempat meminta pertanggungjawaban dari pelaku dengan melangsungkan pernikahan secara siri. Namun, pernikahan itu hanya berlangsung selama satu jam sebelum korban diceraikan kembali.

Tindakan ini tidak hanya menyakiti korban secara emosional, namun juga menjadi contoh bagaimana pernikahan dini dan pemaksaan pernikahan bukanlah solusi atas kekerasan seksual.

“Kami menekankan bahwa kekerasan seksual tidak bisa diselesaikan dengan pernikahan. Apalagi terhadap anak di bawah umur. Ini bukan soal aib, tapi soal keadilan dan perlindungan terhadap korban,” tegasnya.

Kini pelaku menghadapi ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara sesuai Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014.

Lihat Juga :  Hubungan Tak Direstui Berujung Teror Digital: Video Asusila Disebar, Remaja Alami Trauma Mendalam

Sementara itu, korban kini berada dalam pendampingan intensif oleh lembaga perlindungan anak, termasuk pemulihan fisik dan psikologis dari trauma mendalam yang dialaminya.

Lihat Juga :  Alumni SMAN 1 Tasikmalaya Inisiasi Pembentukan Yayasan

Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat tentang pentingnya edukasi seksual usia dini, pengawasan lingkungan, serta penanganan hukum yang berpihak pada korban.

Pemerintah, aparat penegak hukum, sekolah, dan keluarga perlu bersinergi untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak. (yna)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos