Peristiwa Kebon Rojo; Jejak Perlawanan Rakyat Usai Proklamasi

JAWA TIMUR | Priangan.com – Peristiwa Kebon Rojo merupakan salah satu babak penting dalam sejarah perjuangan rakyat Pekalongan pada masa awal kemerdekaan. Insiden ini meletus ketika warga bersama para pemuda menuntut pasukan Jepang yang masih bertahan untuk menyerahkan senjata dan meninggalkan kota. Tuntutan itu berujung bentrokan sengit di Lapangan Kebon Rojo yang kemudian tercatat sebagai salah satu pertempuran besar di daerah pantura Jawa Tengah pasca Proklamasi.

Bentrok bermula dari berkumpulnya massa pada pagi hari di Lapangan Kebon Rojo. Semangat kemerdekaan yang baru diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 membuat masyarakat Pekalongan berani menuntut agar Jepang segera menyerahkan fasilitas dan persenjataan. Namun, pasukan Kempetai, unit intelijen Jepang yang terkenal keras, menolak meninggalkan markasnya. Ketegangan meningkat ketika massa mengepung gedung tersebut dan mendesak penyerahan tanpa syarat.

Suasana yang semula penuh teriakan akhirnya berubah menjadi pertempuran terbuka. Tentara Jepang melepaskan tembakan untuk membubarkan kerumunan, memicu kemarahan rakyat yang tidak lagi dapat dibendung. Pertempuran pecah di sekitar Kebon Rojo, menjalar ke jalan-jalan utama, bahkan hingga ke kawasan gedung-gedung pemerintahan. Meski hanya bersenjatakan senapan rampasan dan sebagian besar menggunakan senjata tradisional, pemuda dan rakyat Pekalongan melawan dengan keberanian yang besar.

Korban pun berjatuhan dalam insiden itu. Data sejarah mencatat sedikitnya 37 pejuang gugur, sementara puluhan lainnya mengalami luka-luka dan cacat permanen. Banyak di antara mereka adalah pemuda yang rela mengorbankan jiwa demi membela kemerdekaan yang baru seumur jagung. Di sisi lain, pasukan Jepang juga mengalami tekanan besar, hingga akhirnya terpaksa mundur dari beberapa titik strategis di kota.

Lihat Juga :  26 Maret 1873: Ketika Rakyat Aceh Bersatu Melawan Belanda

Arti penting peristiwa ini bukan sekadar perlawanan bersenjata, melainkan juga simbol keberanian rakyat untuk mengambil alih kendali daerah dari tangan penjajah.

Lihat Juga :  Melati van Java, Wanita yang Melawan Lewat Sastra

Hingga kini, jejak peristiwa tersebut tetap diingat melalui Monumen Juang atau Monumen 3 Oktober 1945 yang berdiri di bekas lokasi pertempuran. Setiap tahun, masyarakat dan pemerintah kota menggelar upacara peringatan untuk mengenang para pejuang yang gugur. (wrd)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos