TASIKMALAYA | Priangan.com – Tragedi pembacokan brutal di Desa Sukadana, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, menyisakan luka panjang, bukan hanya secara fisik bagi para korban, tapi juga secara administratif. Polres Tasikmalaya Kota saat ini tengah menjalin koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya terkait tanggung jawab pembiayaan perawatan kelima korban.
Peristiwa berdarah yang terjadi pada Sabtu pagi (20/7/2025) itu dilakukan Aceng (29), yang membacok lima anggota keluarganya sendiri di rumah mertuanya di Kampung Ambarayah RT 02 RW 03. Pelaku kemudian ditemukan meninggal dunia setelah melakukan serangan membabi buta tersebut.
Kelima korban yakni Omo, Ida, Adit, Risma, dan Iris—masing-masing adalah mertua, adik ipar, istri, dan anak pelaku—dilarikan ke fasilitas kesehatan dalam kondisi luka parah. Salah satu korban yang masih dalam tahap pemulihan intensif adalah Adit, adik ipar pelaku, yang kini dirawat di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.
Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya Kota, AKP Herman Saputra, menyampaikan bahwa Adit telah memberikan keterangan awal kepada penyidik meski kondisinya belum stabil.
“Yang bersangkutan menyampaikan bahwa pelakunya adalah kakak iparnya, Aceng. Tapi untuk pendalaman belum bisa dilakukan karena Adit masih dalam masa pemulihan,” kata Herman kepada Priangan.com, Senin (21/7/2025).
Meski proses penyelidikan secara hukum dinyatakan ditutup karena pelaku telah meninggal dunia, Herman menegaskan bahwa pihaknya tetap berkewajiban memastikan seluruh korban mendapat penanganan medis yang layak.
Masalah muncul saat pembiayaan perawatan ternyata tidak bisa sepenuhnya ditanggung BPJS. Bahkan, menurut Herman, biaya perawatan untuk satu korban—anak pelaku sendiri—ditaksir mencapai puluhan juta rupiah.
“Biaya anaknya saja sekitar Rp40 juta. Kami sedang coba koordinasi dengan pihak Pemkab karena katanya tak bisa dicover BPJS,” ujarnya.
Hingga kini, belum ada keputusan pasti mengenai siapa yang akan menanggung biaya medis seluruh korban. Koordinasi lintas instansi masih berlangsung. Di sisi lain, keluarga korban tentu tak hanya menghadapi trauma psikis, tetapi juga tekanan ekonomi di tengah situasi yang belum pulih. (yna)