Perang Salib dan Nasib Tragis Frederic I Barbarossa di Sungai Saleph

JAKARTA | Priangan.com – Frederic I Barbarossa merupakan salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Kekaisaran Romawi Suci. Ia  dikenal luas karena ambisi politik dan militernya, serta perannya dalam dinamika kekuasaan di Eropa abad pertengahan. Lahir sekitar tahun 1122, Frederic I Barbarossa berasal dari Wangsa Hohenstaufen dan memiliki garis keturunan dari dua keluarga besar yang kerap bersaing, yaitu Hohenstaufen dan Welf. Perpaduan ini menjadikannya sosok kompromi dalam dunia politik Jerman saat itu.

Ia diangkat sebagai Raja Jerman pada awal Maret 1152 dan segera setelahnya dinobatkan di Aachen. Beberapa tahun kemudian, pada 1155, Barbarossa resmi menjadi Kaisar Romawi Suci setelah menerima mahkota dari Paus Adrianus IV. Sejak awal pemerintahannya, Barbarossa berusaha memulihkan kewibawaan kekaisaran yang mulai goyah, terutama akibat konflik internal dan melemahnya otoritas pusat di tengah kekuatan lokal dan gereja yang terus berkembang.

Upaya Barbarossa untuk mengonsolidasikan kekuasaan ternyata tidak berjalan mulus. Ia beberapa kali memimpin ekspedisi militer ke Italia utara untuk menundukkan kota-kota yang menolak otoritas kekaisaran, seperti Milan. Di sisi lain, ketegangan dengan pihak gereja juga terus berlanjut, terutama karena perbedaan pandangan soal supremasi antara kekaisaran dan otoritas spiritual. Hubungannya dengan beberapa paus pun tak harmonis, ia sering kali memunculkan konflik terbuka yang menyulitkan kestabilan politik kawasan.

Di tengah upayanya menjaga stabilitas wilayah Jerman, Barbarossa juga menghadapi tantangan dari dalam, termasuk dari sepupunya, Henry the Lion, yang awalnya merupakan sekutu penting. Ketidaksepakatan mengenai dukungan militer dan pembagian wilayah membuat hubungan keduanya retak, hingga akhirnya Henry dicopot dari kekuasaannya.

Memasuki akhir hayatnya, Barbarossa memutuskan untuk bergabung dalam Perang Salib Ketiga, bersama penguasa-penguasa besar Eropa seperti Raja Richard dari Inggris dan Philippe dari Prancis. Ekspedisi ke Tanah Suci ini menjadi penanda ambisi besarnya untuk memperkuat posisi kekaisaran dalam percaturan dunia Kristen. Namun perjalanan itu berakhir tragis. Pada 10 Juni 1190, dalam perjalanan menuju wilayah Levant, ia tenggelam saat menyeberangi Sungai Saleph di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Turki.

Lihat Juga :  Menyelami Sejarah Batik, Dari Kerajaan Majapahit hingga Pengakuan Internasional

Kematian mendadak Barbarossa ini pun menjadi pukulan berat bagi pasukannya yang kemudian kehilangan arah dan semangat. Sebagian besar tentaranya bubar sebelum mencapai tujuan utama. Peristiwa ini sekaligus menjadi awal dari runtuhnya proyek kekaisaran terpusat yang selama ini ia perjuangkan. Tanpa kepemimpinan kuat di tangan, wilayah Jerman makin terfragmentasi menjadi kerajaan-kerajaan kecil dengan kecenderungan feodal yang lebih kuat.

Lihat Juga :  Seekor Anjing Juga Bisa Jadi Pahlawan, Berikut Kisahnya

Meski gagal dalam menyatukan wilayah secara permanen, nama Frederic Barbarossa tetap hidup dalam ingatan sejarah Jerman dan Eropa. Ia dikenang sebagai simbol penguasa yang penuh tekad, dengan warisan yang merentang dari narasi politik hingga cerita rakyat dan karya sastra. (wrd)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos