Tiongkok | Priangan.com – Pemberontakan Taiping berlangsung antara tahun 1850 hingga 1864. Peristiwa ini merupakan salah satu konflik paling mengerikan dalam sejarah Tiongkok dan dikenal sebagai perang saudara berdarah. Perang ini terjadi antara Dinasti Qing yang dipimpin oleh suku Manchu dan gerakan Kristen yang dipimpin oleh Hong Xiuquan, pendiri Kerajaan Surgawi Taiping.
Cikal bakal meletusnya perang Taiping dimulai saat Hong Xiuquan berkeinginan untuk menjadikan Tiongkok sebagai negara Kristen dan menggantikan ajaran Konfusianisme, Buddha, serta kepercayaan tradisional Tionghoa yang telah terlebih dahulu eksis di negara ini.
Pada saat itu, ia mengklaim sebagai adik Yesus Kristus dan berusaha menerapkan sejumlah reformasi sosial yang radikal, seperti pemisahan antara pria dan wanita, penghapusan praktik mengikat kaki, sosialisasi tanah, serta penekanan terhadap perdagangan pribadi.
Masyarakat Tiongkok yang menolak, kemudian memicu pemberontakan. Akhirnya, perang pun pecah. Pada saat itu, konflik terjadi di berbagai provinsi, seperti Jiangsu, Zhejiang, Anhui, Jiangxi, dan Hubei.
Konflik Taiping dikenal sebagai salah satu yang paling mematikan dalam sejarah manusia, dengan estimasi korban mencapai 20 juta jiwa, baik dari kalangan militer maupun warga sipil.
Pemberontakan Taiping berakhir ketika tentara Qing berhasil merebut kembali Nanjing pada tahun 1864. Kerajaan Surgawi Taiping pun semakin melemah ketika Hong Xiuquan meninggal pada tahun yang sama.
Beberapa pihak menyebut, ia tewas akibat keracunan makanan, sementara yang lainnya berpendapat kalau ia sengaja mengakhiri hidupnya dengan cara yang tragis lantaran melihat kondisi kerajaannya yang telah runtuh.
Sampai saat ini, perang Taiping masih terus dikenang dan menjadi bagian sejarah dalam perkembangan Tiongkok. Tak hanya itu, perang Taiping juga dijadikan sebagai simbol perjuangan dalam perubahan sosial dan keagamaam bagi warga Tiongkok. (ersuwa)