LUANDA | Priangan.com – Pembicaraan damai yang sempat diharapkan dapat meredakan konflik antara Republik Demokratik Kongo dan kelompok pemberontak kembali menemui jalan buntu. Pada 18 Maret 2025, koalisi pemberontak Alliance Fleuve Congo (AFC) memutuskan untuk menarik diri dari perundingan yang dijadwalkan di Luanda, Angola. Langkah ini diambil setelah mereka menuduh Uni Eropa telah menyabotase proses perdamaian.
Sebelumnya, Presiden Angola, Joao Manuel Goncalves Lourenco, berinisiatif untuk menjadi penengah dalam upaya perdamaian antara pemerintah Kongo dan kelompok pemberontak yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Pihak Kongo sendiri menyetujui inisiatif ini dan mengirimkan delegasinya untuk hadir dalam pembicaraan walau sebelumnya mereka menolak melakukan dialog langsung dengan kelompok pemberontak dan lebih memilih untuk mengutamakan pembicaraan dengan Rwanda, yang dituduh sebagai pihak yang “menyerang.”
Kelompok pemberontak, yang diwakili oleh koalisi AFC, awalnya setuju untuk berpartisipasi dalam pembicaraan yang dijadwalkan pada 18 Maret di Luanda. Undangan tersebut diterima oleh juru bicara kelompok M23, Lawrence Kanyuka, yang mengonfirmasi rencana kehadirannya melalui media sosial X. Namun, dengan keputusan Uni Eropa yang mengumumkan sanksi terhadap lima pemimpin senior kelompok pemberontak Kongo, AFC menyatakan kekecewaannya dan memilih untuk menarik diri dari perundingan.
Sanksi yang diumumkan oleh Brussel dianggap sebagai tindakan yang merusak upaya perdamaian yang tengah berlangsung, sehingga membuat koalisi AFC menarik diri dari meja perundingan.
Konflik berkepanjangan antara pemerintah Kongo dan kelompok pemberontak ini telah berlangsung selama beberapa dekade tanpa adanya kesepakatan damai yang jelas. Dengan mundurnya pihak pemberontak, potensi tercapainya perdamaian semakin jauh dari jangkauan dan memperpanjang ketegangan di wilayah tersebut. (Zia)