MALI | Priangan.com – Tentara bayaran Rusia yang tergabung dalam Grup Wagner baru-baru ini mengalami salah satu kerugian terbesar mereka di Afrika Barat. Beberapa lusin pejuang Wagner dilaporkan tewas atau ditangkap oleh militan separatis Tuareg dalam sebuah serangan besar-besaran di wilayah utara Mali, dekat Tinzaouaten.
Kekalahan tersebut diikuti oleh klaim mengejutkan bahwa badan intelijen Ukraina mungkin terlibat dalam operasi ini. Menurut laporan media internasional, termasuk surat kabar Inggris The Guardian, dinas intelijen militer Ukraina (GUR) dilaporkan telah memberikan informasi penting kepada pemberontak Tuareg untuk melancarkan serangan tersebut. Juru bicara GUR, Andriy Yusov, mengonfirmasi bahwa mereka terlibat dalam mendukung operasi ini melalui saluran siaran Ukraina, Suspilne.
Dalam pernyataan langka pada hari Senin (29/7), Kelompok Wagner mengonfirmasi bahwa pejuang mereka mengalami kekalahan berat saat bertempur bersama tentara Mali. Pertempuran tersebut berlangsung di dekat Tinzaouaten dan menyebabkan kematian komandan Wagner serta banyak korban lainnya.
Separatis Mali mengklaim kemenangan gemilang setelah tiga hari pertempuran sengit, dengan bantuan dari kelompok jihadis terkait Al-Qaeda, Groupe de Soutien à l’Islam et aux Musulmans (GSIM). GSIM mengklaim telah menanam bom di konvoi yang menewaskan 50 warga Rusia dan 10 warga Mali.
Pemerintah militer Mali membantah adanya kehadiran Wagner di negara tersebut, menyatakan bahwa pasukan Rusia di Mali bertindak sebagai staf pelatihan dan bukan bagian dari kelompok tentara bayaran.
Namun, banyak pihak, termasuk mantan menteri kehakiman Mali, Me Mamadou Ismaila Konate, berpendapat bahwa orang-orang Rusia yang ditangkap atau terbunuh memang berhubungan dengan Wagner.
Konate menyoroti dampak besar dari peristiwa ini bagi Mali, mencatat bahwa balasan atas kekalahan ini bisa berdampak negatif pada masyarakat sipil, bukan hanya para kombatan. Kekhawatiran juga muncul mengenai potensi meluasnya kekerasan, terutama karena banyaknya kelompok pemberontak yang aktif di Mali.
Suku Tuareg, yang baru-baru ini diusir dari benteng mereka di Kidal, kini menghadapi perlawanan lebih lanjut di Tinzaouaten. Konate mencatat bahwa di lapangan, sulit untuk membedakan antara kelompok pemberontak garis keras dan faksi yang lebih kecil. Pendanaan dan dukungan eksternal, termasuk kemungkinan pengaruh dari negara-negara tetangga seperti Aljazair, memperburuk kompleksitas situasi di Mali.
Konflik di Mali kini semakin kompleks, dengan pengaruh luar dan ketegangan regional yang terus meningkat. Pertarungan proksi ini menunjukkan betapa besar dampak dari keterlibatan internasional dalam konflik lokal, menjadikan Mali sebagai pusat perhatian dalam geopolitik Afrika Barat. (mth)