TASIKMALAYA | Priangan.com — Deretan truk pengangkut pasir mendadak menganggur di kaki Gunung Galunggung. Suara mesin alat berat terdiam. Sejak pertambangan dihentikan pasca longsor tragis di Cirebon, suasana kawasan tambang di Sukaratu berubah muram.
Bukan hanya di Cirebon, gelombang penutupan tambang juga menyapu Tasikmalaya. Padahal, tidak semua tambang di Galunggung berstatus ilegal.
Endang Abdul Malik, atau yang akrab disapa Endang Juta, salah satu pemilik usaha pasir yang mengantongi izin resmi hingga 2029, mengaku tak habis pikir dengan keputusan ini.
“Saya siap taat aturan. Tapi kalau semua dihentikan tanpa solusi, bagaimana pemerintah membangun infrastruktur? Jalan, sekolah, rumah warga—semuanya butuh pasir,” ujarnya, Sabtu (8/6/2025).
Kebijakan penghentian tambang menyusul tragedi longsor Gunung Kuda di Kabupaten Cirebon pada 30 Mei lalu yang menewaskan puluhan warga. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, langsung memberi instruksi tegas: semua tambang yang merusak lingkungan ditutup, termasuk di Galunggung.
Kebijakan ini menimbulkan efek domino. Pasir menjadi langka, harga melambung, dan ratusan pekerja kehilangan penghasilan. “Sudah hampir dua minggu kami berhenti. Harga pasir jadi dua kali lipat. Yang bangun rumah sekarang harus mikir ulang,” kata Endang.
Namun usaha Endang bukan sekadar mengeruk pasir. Di bekas lahan tambang, ia membangun ekosistem baru: pertanian dan peternakan. Di sana berdiri kandang ayam berkapasitas 80 ribu ekor, menghasilkan tiga ton telur per hari. Kolam ikan, ladang jagung, sawah, hingga kebun manggis dan durian ikut ditanam di bekas galian.
“Kami tidak hanya ambil dari alam, tapi juga kembalikan ke masyarakat,” jelasnya.
Program sosial pun berjalan. Setiap Jumat, ratusan warga menikmati makanan gratis di Masjid Al-Malik. Wakaf lahan untuk makam hingga bantuan ke warga sekitar menjadi rutinitas.
“Kalau tambang resmi ditutup, 500 orang kehilangan pekerjaan. Kita bukan bicara soal mesin, tapi soal perut,” tambahnya.
Endang berharap Gubernur Dedi tidak hanya berhenti pada larangan, tapi juga memberi solusi.
“Kalau Pak Gubernur mau jalan bagus, rumah rakyat berdiri, sekolah dibangun, maka pasirnya harus dari mana?” terangnya.
Sementara itu, Bupati Tasikmalaya Cecep Nurul Yakin, yang baru dilantik, menyatakan akan fokus menutup tambang ilegal. Ia mendukung arahan Gubernur, namun juga menegaskan perlunya data akurat soal mana tambang yang legal dan tidak.
“Yang ilegal tentu kita bereskan. Tapi yang legal, tetap harus berjalan agar pembangunan tidak terganggu,” ujarnya saat diwawancara usai pelantikan.
Ironisnya, saat ditanya jumlah pasti tambang ilegal di Tasikmalaya, Cecep mengaku belum tahu. “Saya baru sehari menjabat, nanti kita minta laporan dari dinas,” paparnya. (yna)