GARUT | Priangan.com — Proses seleksi direksi Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tirta Intan Kabupaten Garut tengah menjadi sorotan publik. Koalisi Masyarakat Madani Jawa Barat menilai Panitia Seleksi (Pansel) telah melampaui batas kewenangannya dalam tahapan rekrutmen calon direksi, khususnya dalam penetapan calon Direktur Utama.
Ketua Umum Koalisi Masyarakat Madani Jawa Barat, Harik Ash Shiddieqy Amrullah, menyampaikan bahwa pihaknya menemukan indikasi bahwa Pansel tidak hanya menjalankan tugas administratif dan teknis sebagaimana diatur dalam regulasi, tetapi juga terlibat dalam pengambilan keputusan strategis yang seharusnya menjadi kewenangan Kepala Daerah sebagai Kuasa Pemilik Modal (KPM).
“Berdasarkan aturan yang berlaku, peran Panitia Seleksi hanya mencakup proses penjaringan, pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan (UKK), serta penyampaian hasil seleksi. Namun kenyataannya, ada dugaan kuat bahwa Pansel telah menggiring hasil sejak awal proses seleksi, seolah-olah mereka pemilik keputusan akhir,” ujar Harik dalam keterangan tertulisnya, Kamis (29/5/2025).
Ia mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) serta Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 37 Tahun 2018 dan No. 37 Tahun 2019.
Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa penetapan akhir calon direksi, terutama Direktur Utama, berada di tangan Kepala Daerah sebagai pemegang saham utama Perumda.
Pasal 60 ayat (5) PP No. 54 Tahun 2017 secara eksplisit menyatakan bahwa Direktur Utama diangkat dari salah satu anggota direksi yang telah disetujui Kepala Daerah.
Dengan demikian, segala bentuk keputusan terkait penetapan Direksi harus dikembalikan kepada mekanisme yang sah dan bukan berdasarkan preferensi internal Pansel.
“Kalau Panitia Seleksi justru yang menetapkan siapa yang akan menjabat sebagai Direktur Utama, itu sudah di luar mandat yang diberikan regulasi,” jelas Harik.
Koalisi Masyarakat Madani juga mendesak Pemerintah Kabupaten Garut untuk mengevaluasi secara menyeluruh proses seleksi yang sedang berjalan.
Mereka meminta agar seluruh tahapan diperiksa secara terbuka dan melibatkan unsur pengawasan independen agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
“Ini bukan soal teknis rekrutmen semata, tapi menyangkut integritas kelembagaan dan kepercayaan publik terhadap pengelolaan Perumda yang merupakan aset milik daerah. Ketika prosesnya tercemar, maka output-nya pun dikhawatirkan tidak mampu memenuhi harapan masyarakat,” kata Harik.
Koalisi juga mengingatkan bahwa Perumda bukan sekadar entitas bisnis, melainkan instrumen strategis yang dirancang untuk mendukung pembangunan daerah dan memberikan pelayanan publik yang merata dan terjangkau.
Oleh karena itu, seleksi direksi harus dilakukan dengan asas transparansi, akuntabilitas, dan bebas dari konflik kepentingan.
Lebih lanjut, Harik mengajak seluruh elemen masyarakat sipil, termasuk DPRD dan media, untuk turut mengawasi proses seleksi ini. Ia menilai bahwa keterlibatan publik sangat penting untuk mencegah praktik oligarki lokal yang bisa merusak tata kelola perusahaan daerah.
“Jika proses seleksi ini dibiarkan tanpa pengawasan, maka bukan tidak mungkin Perumda dijalankan oleh orang-orang yang tidak benar-benar layak atau bahkan bermasalah secara integritas. Ini berbahaya, karena dapat merugikan masyarakat Garut dalam jangka panjang,” tegasnya.
Koalisi Masyarakat Madani memastikan akan terus mengawal isu ini dan siap melayangkan laporan resmi ke instansi pengawas jika ditemukan bukti pelanggaran dalam proses seleksi yang berjalan. (Az)