Nuremberg Laws, Awal Diskriminasi Rasial di Jerman Nazi

BERLIN | Priangan.com – Sidang luar biasa Reichstag di kota Nuremberg menjadi panggung lahirnya perangkat hukum yang mengubah status jutaan warga. Dari forum politik itu, Partai Nazi di bawah pimpinan Adolf Hitler mengesahkan aturan yang kemudian dikenal sebagai Nuremberg Laws, tonggak penting dalam upaya menyingkirkan kelompok Yahudi dari kehidupan publik Jerman.

Undang-undang yang diputuskan terdiri dari dua pokok aturan. Pertama, Reich Citizenship Law yang membatasi kewarganegaraan penuh hanya untuk mereka yang dianggap memiliki darah Jerman. Kedua, Law for the Protection of German Blood and German Honour yang melarang perkawinan dan hubungan pribadi antara warga Jerman dengan orang Yahudi. Sejak saat itu, perbedaan hukum resmi mulai diterapkan dengan dalih melindungi kehormatan bangsa.

Perumusan naskah hukum pun dilakukan tergesa-gesa oleh pejabat kementerian dalam negeri bersama para penasihat hukum, lalu disahkan di hadapan partai untuk memperkuat legitimasi politik. Tujuannya jelas, menempatkan identitas ras sebagai syarat utama status kewarganegaraan dan menyingkirkan kelompok yang tidak sesuai dengan ideologi Nazi.

Dampaknya langsung terasa. Orang Yahudi kehilangan hak politik, termasuk hak memilih dan hak menduduki jabatan publik. Mereka diklasifikasikan sebagai warga kelas dua, sementara berbagai pembatasan sosial dan ekonomi mulai diberlakukan. Definisi tentang siapa yang dianggap Yahudi diperinci lebih lanjut melalui peraturan tambahan, yang menggunakan garis keturunan sebagai dasar penggolongan.

Aturan ini bukan hanya menargetkan komunitas Yahudi. Kelompok lain seperti Roma, orang berdarah Afrika, serta mereka yang lahir dari perkawinan campuran juga terkena dampaknya. Dengan kerangka hukum yang sudah disiapkan, birokrasi negara ikut terlibat aktif dalam mendata, membatasi, dan mengasingkan kelompok yang ditetapkan sebagai non Arya.

Sejarawan menilai Nuremberg Laws menjadi fondasi dri kebijakan anti-Yahudi yang lebih keras pada tahun-tahun berikutnya. Kristallnacht pada 1938, gelombang deportasi, hingga genosida massal di kamp konsentrasi, semuanya mendapat pijakan dari undang-undang diskriminatif ini. Hukum tersebut menormalisasi pengucilan, menjadikannya bukan sekadar ideologi, melainkan aturan negara.

Lihat Juga :  Merdeka Sejak 19 Agustus 1919, Begini Dinamika Sejarah Afghanistan

Di sisi lain, aturan itu juga bukan hanya mencabut hak-hak dasar, melainkan juga membuka jalan menuju tragedi kemanusiaan terbesar di abad ke-20, yaitu Holocaust. (wrd)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos