TOKYO | Priangan.com – Inilah sosok Nakano Takeko. Ia merupakan salah satu perempuan samurai terakhir yang namanya tercatat dalam sejarah Jepang. Lahir pada tahun 1847 di Edo, wilayah yang kini dikenal sebagai Tokyo, Takeko tumbuh di tengah keluarga samurai yang menanamkan nilai disiplin dan kehormatan sejak dini. Sejak kecil, ia telah menunjukkan ketertarikan besar pada seni bela diri dan ajaran Bushido, kode moral yang menjadi dasar kehidupan para samurai.
Dalam masa mudanya, Takeko menekuni seni menggunakan naginata, sejenis tombak panjang yang lazim dipakai oleh perempuan samurai untuk bertarung. Selain ahli bela diri, ia juga dikenal sebagai perempuan berpendidikan. Takeko mempelajari sastra klasik Tiongkok dan Jepang, menjadikannya sosok yang tangguh secara fisik dan berwawasan luas. Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia sempat menjadi guru di wilayah Aizu, tempat yang kelak menjadi bagian penting dalam kisah perjuangannya.
Kisah heroik Takeko mencapai puncaknya pada tahun 1868 saat pecahnya Perang Boshin, konflik besar antara pasukan kaisar dan pendukung Keshogunan Tokugawa. Saat itu, ia memilih berpihak pada klan Aizu yang berusaha mempertahankan kehormatannya. Karena perempuan tidak diperbolehkan ikut dalam pasukan resmi, Takeko membentuk kelompok pejuang wanita bernama Joshitai bersama adiknya, Nakano Yūko, dan sejumlah perempuan lainnya. Mereka berjuang dengan tekad kuat untuk melindungi tanah kelahiran mereka.
Dalam pertempuran di dekat Kastil Aizu, Takeko memimpin pasukannya di garis depan dengan keberanian luar biasa. Ia menewaskan banyak musuh menggunakan naginata sebelum akhirnya tertembak di dada oleh pasukan lawan. Saat menyadari ajalnya sudah dekat, Takeko meminta agar kepalanya dipenggal oleh adiknya agar tidak jatuh ke tangan musuh. Kepalanya kemudian dimakamkan di bawah pohon pinus di kuil Hōkai-ji, Prefektur Fukushima, sebagai bentuk penghormatan terakhir.
Keberanian Nakano Takeko menjadi warisan sejarah yang terus dikenang hingga kini. Setiap tahun, masyarakat Aizu menggelar Festival Aizu Autumn untuk menghormatinya. Dalam acara itu, gadis-gadis muda berpakaian seperti Takeko dan membawa naginata sebagai simbol semangat juang dan kehormatan seorang perempuan samurai. (wrd)

















