TASIKMALAYA | Priangan.com – Kota Tasikmalaya memilih jalur yang tak biasa dalam peta pariwisata. Alih-alih mengeksplorasi wisata alam seperti daerah tetangganya, kota ini justru membidik peran sebagai kota transit unggulan, pusat kuliner, hunian, dan penyelenggara event besar di Priangan Timur.
Wakil Wali Kota Tasikmalaya, Diky Chandra, menyebut langkah ini sebagai strategi realistis yang mengandalkan potensi riil kota. Minimnya destinasi wisata alam di dalam kota menjadi alasan kuat untuk mengalihkan fokus pada layanan yang menunjang sektor wisata secara tidak langsung.
“Kota Tasik mungkin tidak punya gunung atau pantai sebagai daya tarik utama, tapi kami bisa jadi tempat yang nyaman untuk menginap, mencicipi kuliner khas, sekaligus menikmati suguhan budaya. Wisatawan bisa menjelajah Garut atau Pangandaran, lalu bermalam dan belanja di sini,” kata Diky saat ditemui, Jumat (1/8/2025).
Menurutnya, konsep “Kota Jasa Wisata” ini bukan berarti mengabaikan pengembangan destinasi. Pemerintah tetap berupaya memunculkan daya tarik lokal, khususnya berbasis budaya. Salah satu gagasan ambisius yang tengah dimatangkan adalah pembangunan Museum Budaya Priangan Timur.
“Kami ingin museum ini menjadi pusat kebudayaan yang hidup. Tidak hanya pajangan artefak, tapi juga ruang pertunjukan, edukasi, dan interaksi lintas budaya,” ujarnya.
Museum tersebut dirancang untuk mengenalkan kekayaan tradisi wilayah Priangan Timur, dari seni tari hingga kerajinan. Harapannya, keberadaan museum itu bisa menumbuhkan minat wisata edukatif, sekaligus memperkuat identitas Kota Tasikmalaya sebagai simpul budaya.
Di sisi lain, Diky menegaskan pentingnya infrastruktur pendukung agar skenario “kota transit” itu benar-benar berdampak pada ekonomi. Salah satu upaya krusial adalah mendorong pengaktifan kembali Bandara Wiriadinata sebagai akses udara menuju kawasan Priangan Timur.
“Kalau akses udara bisa dibuka lagi, peluang bisnis jasa travel dan akomodasi akan tumbuh. Ini bukan hanya soal wisatawan luar kota, tapi juga pengusaha, pelaku event, dan pelajar yang datang,” ujar Diky.
Ia juga berharap kolaborasi dengan pemerintah pusat dan provinsi untuk merealisasikan rencana ini. Meskipun bandara bukan di bawah kewenangan kota, Diky menilai penting bagi Pemkot untuk terus mengawal inisiasi ini.
“Kami tahu ini di luar kewenangan, tapi kalau tidak diusulkan dari sekarang, kapan lagi? Sebab ini berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi lokal,” katanya.
Dengan arah pembangunan yang menekankan pada jasa wisata, Diky optimis Pendapatan Asli Daerah (PAD) bisa meningkat lewat sektor kuliner, perhotelan, dan event. Apalagi, Kota Tasikmalaya selama ini dikenal punya geliat UMKM yang kuat dan cita rasa kuliner khas yang mampu bersaing.
“Semakin banyak event, orang akan datang. Kalau mereka nginap, makan, belanja oleh-oleh, itu semua menggerakkan ekonomi lokal,” pungkasnya. (yna)