TASIKMALAYA | Priangan.com – Harapan besar yang dibawa Diannisa Maulida Zahra (25) saat mengikuti tes seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kota Tasikmalaya, Kamis (15/5/2025), berubah menjadi pengalaman pahit yang tak terlupakan.
Warga Kampung Gadog, Desa Batumalang, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Pangandaran ini harus menghadapi situasi mengejutkan usai tes berlangsung.
Di Jalan Letnan Harun, Kecamatan Bungursari, mobil yang ia gunakan tiba-tiba dicegat oleh sekelompok orang yang mengaku sebagai debt collector.
“Saya baru saja ingin menyalakan AC mobil. Belum sempat masuk, tiba-tiba beberapa pria menghampiri dan langsung menanyakan soal kendaraan itu,” kata Diannisa.
Ia menjelaskan bahwa mobil tersebut bukan miliknya pribadi, melainkan milik orang tuanya yang ia pinjam hanya untuk keperluan perjalanan tes. Sayangnya, penjelasan itu tak membuat situasi membaik.
Ia dan dua orang temannya kemudian diarahkan ke sebuah kantor di kawasan Ruko TIP, Jalan HZ Mustofa.
“Mereka bilang hanya ingin mendokumentasikan mobil dan menyerahkan surat pengantar agar tidak dihentikan di jalan lagi. Tapi ternyata itu cuma alasan,” ujar Diannisa.
Setibanya di lokasi, mobil tersebut langsung diamankan. Bahkan tas, dompet, dan barang-barang pribadi mereka yang masih tertinggal di dalam mobil turut terbawa.
Tanpa penjelasan atau dokumen resmi, ketiganya diminta keluar dan mobil pun raib begitu saja.
Yang lebih mengejutkan, barang-barang mereka dikembalikan menggunakan jasa taksi online tanpa konfirmasi atau izin sebelumnya.
“Saya dan teman-teman benar-benar telantar. Sampai malam kami hanya bisa duduk di depan kios kosong di Jalan Siliwangi, bingung harus bagaimana,” tambahnya.
Menurut Diannisa, pihak yang mengambil kendaraan meminta uang sebesar Rp10 juta untuk menyelesaikan masalah tersebut. Adiknya pun harus bernegosiasi langsung di kantor pihak ketiga itu.
Ia mengaku kecewa karena proses penarikan kendaraan dilakukan secara paksa di jalan, tidak disertai surat kuasa, serta mengabaikan etika dan prosedur yang seharusnya dijalankan.
“Kami sudah berusaha bersikap kooperatif, tapi malah diperlakukan seperti ini. Padahal kami perempuan semua. Harusnya mereka paham dan lebih bijak,” tutupnya. (yna)

















