JAKARTA | Priangan.com – Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini mengeluarkan keputusan penting yang memperketat aturan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) dan memperjelas batasan jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dalam Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker). Putusan ini diumumkan dalam sidang perkara nomor 168/PUU-XXI/2023, yang dilangsungkan di Gedung MK pada Kamis (31/10).
Dalam keputusan ini, MK merespons permohonan yang diajukan oleh Partai Buruh dan sejumlah organisasi buruh lainnya, yang menganggap sejumlah pasal dalam UU Ciptaker menimbulkan ketidakpastian hukum dan potensi kesewenang-wenangan dalam proses PHK. Melalui putusannya, MK mengubah 21 pasal dalam undang-undang tersebut, termasuk pasal-pasal yang mengatur tentang mekanisme PHK.
Salah satu perubahan signifikan adalah terkait Pasal 151 ayat (4), yang sebelumnya menyebutkan bahwa pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial tanpa adanya batasan waktu yang jelas. MK menyatakan bahwa frasa tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Kini, pemutusan hubungan kerja hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang memiliki kekuatan hukum tetap.
Selain itu, MK juga mengatur mengenai jangka waktu PKWT. Dalam keputusan ini, jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu ditetapkan maksimal selama lima tahun, termasuk jika ada perpanjangan. Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi pekerja dan melindungi mereka dari potensi eksploitasi yang dapat terjadi akibat ketidakjelasan dalam kontrak kerja.
Keputusan MK ini diharapkan dapat memberikan perlindungan lebih bagi pekerja dan mendorong terciptanya hubungan industrial yang lebih adil dan transparan. Para pemohon, yang diwakili oleh tokoh-tokoh seperti Agus Supriyadi dan Ferry Nuzarli dari Partai Buruh, menyambut baik keputusan ini sebagai langkah positif dalam memperjuangkan hak-hak buruh.
Dengan ketegangan antara kepentingan pekerja dan pengusaha yang semakin meningkat, keputusan MK ini menjadi sorotan penting dalam konteks pemilihan umum mendatang. Masyarakat dan para pemangku kepentingan diharapkan untuk mencermati implikasi dari keputusan ini, terutama dalam upaya menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan hak-hak pekerja di Indonesia. (mth)