TASIKMALAYA | Priangan.com — Memasuki lima bulan pertama di tahun 2025, angka kasus yang melibatkan anak di Kabupaten Tasikmalaya menunjukkan tren yang mengkhawatirkan.
Berdasarkan data terbaru yang disampaikan oleh Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, hingga pertengahan Mei tercatat sebanyak 19 kasus anak yang ditangani.
Yang paling mencolok, 15 dari 19 kasus tersebut berkaitan dengan penyalahgunaan narkoba, yang tidak hanya menunjukkan pergeseran tren kriminalitas pada remaja, tetapi juga memperlihatkan lemahnya sistem pengawasan terhadap anak-anak, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
“Kami sangat prihatin. Dalam beberapa bulan awal tahun ini saja, kasus anak yang terlibat narkoba mendominasi. Ini alarm keras bagi semua pihak,” ujar Ato Rinanto kepada wartawan, beberapa waktu lalu.
Menurut Ato, keterlibatan anak dalam kasus narkoba tidak hanya sebagai pengguna, namun ada yang mulai terseret dalam jaringan pengedar tingkat kecil. Hal ini membuka mata banyak pihak bahwa sindikat narkoba telah menjadikan anak sebagai sasaran yang rentan untuk dimanfaatkan.
“Sebagian besar anak yang terjerat narkoba ini usianya masih belasan tahun, duduk di bangku SMP dan SMA. Mereka mengaku mendapatkan barang dari teman atau lingkungan sekitar. Ini menunjukkan bahwa peredaran narkoba sudah masuk ke ruang-ruang yang semestinya menjadi tempat aman bagi anak-anak,” ungkapnya.
Selain kasus narkoba, KPAID juga mencatat satu kasus kekerasan fisik terhadap anak, serta tiga kasus kekerasan seksual, yang semuanya terjadi di lingkungan yang justru seharusnya menjadi pelindung: keluarga dan tetangga dekat.
Ato menambahkan bahwa dalam kasus kekerasan seksual, pelakunya mayoritas adalah orang yang sudah dikenal korban. Ini menegaskan bahwa anak-anak masih sangat rentan terhadap kejahatan dalam lingkup domestik.
“Anak-anak menjadi korban di lingkungan yang dekat, yang seharusnya memberi rasa aman. Ini menjadi keprihatinan besar karena artinya kita belum benar-benar menjamin ruang tumbuh yang sehat dan aman bagi mereka,” ujarnya.
Menghadapi situasi ini, KPAID Kabupaten Tasikmalaya tengah mendorong kolaborasi lintas sektor—dari lembaga pendidikan, tokoh masyarakat, hingga aparat penegak hukum—untuk lebih aktif melakukan edukasi dan deteksi dini terhadap potensi pelanggaran hak anak.
“Jangan sampai kasus ini hanya jadi angka statistik. Butuh aksi nyata dari seluruh unsur masyarakat. Pencegahan harus dimulai dari rumah, diperkuat oleh sekolah, dan didukung penuh oleh kebijakan pemerintah daerah,” kata Ato.
Ia menambahkan bahwa KPAID juga akan menggencarkan program edukasi digital dan kampanye kesadaran hukum di sekolah-sekolah, agar anak dan remaja memahami risiko serta konsekuensi dari tindakan mereka.
Lonjakan kasus anak di awal tahun 2025 ini menunjukkan bahwa perlindungan anak belum menjadi prioritas bersama. Terlepas dari kemajuan zaman, ancaman terhadap anak justru semakin kompleks—mulai dari narkoba, kekerasan fisik, hingga kekerasan seksual.
KPAID mengingatkan bahwa jika tidak ada langkah konkret dan terstruktur dalam upaya pencegahan, maka generasi muda di Tasikmalaya akan menghadapi masa depan yang penuh risiko.
“Anak-anak adalah aset masa depan. Ketika mereka gagal dilindungi hari ini, kita sedang mengabaikan masa depan kita sendiri,” pungkas Ato. (yna)