JAKARTA | Priangan.com – Pada pertengahan Juli 2018, seorang remaja asal Desa Lansa, Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara, mengalami peristiwa luar biasa. Sebut saja Aldi Novel Adilang, yang saat itu berusia 18 tahun, bekerja sebagai penjaga rompong, rakit kayu berlampu yang digunakan untuk menarik ikan di tengah laut. Namun pada satu malam, angin kencang membuat tali jangkar rompong yang terikat di dasar laut putus.
Rompong tempat Aldi bekerja pun akhirnya terseret arus dan menjauh dari pesisir Manado hingga ke tengah Samudra Pasifik. Tanpa mesin, dayung, atau alat navigasi, Aldi tidak memiliki cara untuk mengendalikan arah rakitnya. Hari demi hari ia lewati dengan terombang-ambing di laut lepas, berjuang melawan ombak, angin, dan rasa lapar.
Makanan dan air yang ia bawa habis dalam waktu singkat. Untuk bertahan hidup, Aldi menangkap ikan yang mendekat ke rompong, membakarnya di atas kayu hingga bahan bakar habis, lalu memakannya mentah. Ia menadah air hujan untuk diminum, dan ketika hujan tak turun, ia memeras kaus basah untuk sekadar membasahi bibirnya.
Selama hampir tujuh pekan, Aldi melihat banyak kapal melintas di kejauhan. Ia melambaikan tangan dan berteriak meminta tolong, namun tidak ada yang berhenti. Hingga pada 31 Agustus 2018, kapal berbendera Panama bernama MV Arpeggio melihat sinyal darinya di sekitar perairan Guam. Kru kapal akhirnya berhasil mengevakuasi Aldi setelah 49 hari terapung di laut.
Setelah diselamatkan, Aldi dibawa ke pelabuhan Tokuyama di Prefektur Yamaguchi, Jepang. Di sana, pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia membantu proses pemulangannya ke tanah air. Kondisi kesehatannya stabil, meski ia masih diliputi trauma akibat pengalaman panjang di tengah laut. Dalam wawancara dengan sejumlah media, Aldi mengaku tidak ingin kembali bekerja sebagai penjaga rompong.
Kisah Aldi Novel Adilang menarik perhatian media internasional. Itu karena ia berhasil menghadapi keterasingan dan bahaya di laut lepas. Banyak yang menyebut pengalamannya mengingatkan pada kisah fiksi dalam film Life of Pi, meski yang dialami Aldi benar-benar terjadi. Peristiwa itu ini pun memunculkan keprihatinan tentang keselamatan pekerja laut, terutama perlunya perlengkapan komunikasi darurat dan pengawasan yang lebih ketat bagi para nelayan muda di perairan terpencil. (wrd)

















