BANGLADESH | Priangan.com – Situasi di Maungdaw, Myanmar barat, semakin memburuk dengan intensitas pertempuran antara Tentara Arakan (AA) dan pasukan junta militer Myanmar. Para pengungsi Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh memberikan laporan mengerikan mengenai kondisi di lapangan.
Abdur, seorang petani Rohingya berusia 45 tahun, adalah salah satu saksi mata pertama yang menceritakan detik-detik terjadinya serangan udara tak terduga. “Pesawat nirawak bersenjata itu muncul begitu cepat. Ledakan mengikuti, dan saya kehilangan kesadaran,” ujarnya kepada Reuters di Cox’s Bazar, Bangladesh, dikutip Kamis (4/7).
Situasi di Maungdaw, yang didominasi oleh minoritas Muslim Rohingya, semakin memprihatinkan. Sejak junta militer menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi tahun lalu, kekerasan terhadap warga sipil Rohingya terus meningkat. Puluhan ribu warga Rohingya terjebak di Maungdaw, tanpa tempat untuk melarikan diri.
Pemerintah Bangladesh, yang sudah menampung sekitar satu juta pengungsi Rohingya di kamp-kamp Cox’s Bazar, menghadapi tekanan tambahan dengan masuknya puluhan pengungsi susulan yang melarikan diri dari pertempuran di Rakhine. Otoritas Bangladesh telah menyatakan keterbatasannya dalam menerima para pengungsi.
Mohammed Mizanur Rahman, pejabat Bangladesh yang bertugas dalam bantuan dan pemulangan pengungsi, mengonfirmasi adanya laporan-laporan baru mengenai pengungsi Rohingya yang tiba di Cox’s Bazar akhir bulan lalu. Namun, pihak berwenang Bangladesh belum memberikan tanggapan resmi terkait situasi terbaru ini.
Di sisi lain, badan-badan kemanusiaan, seperti Médecins Sans Frontières (MSF) melaporkan penghentian layanan penting di beberapa wilayah Rakhine, termasuk Maungdaw, akibat eskalasi kekerasan. Itu menambah penderitaan bagi warga yang sudah terlantar tanpa akses layanan kesehatan yang memadai.
Penghentian sementara ini, menurut MSF, dapat meningkatkan risiko kesehatan masyarakat yang terpinggirkan di tengah konflik. Organisasi kemanusiaan juga mencatat adanya perusakan gudang penyimpanan makanan yang dapat menyebabkan krisis pangan di Maungdaw.
Tentara Arakan (AA) dilaporkan mengontrol sebagian besar wilayah Maungdaw setelah serangkaian serangan terhadap pasukan junta. Junta menuding AA sebagai kelompok teroris, sementara AA tidak memberikan tanggapan langsung terhadap tuduhan tersebut.
Volker Turk, komisaris tinggi PBB untuk hak asasi manusia, menggambarkan situasi ini sebagai sesuatu yang “mengerikan” dan menyatakan keprihatinannya terhadap nasib warga Rohingya yang terjebak di dalam konflik bersenjata ini. PBB dan badan-badan internasional lainnya telah mengimbau untuk menangani krisis kemanusiaan ini dengan segera dan secara efektif.
Di tengah kekacauan ini, penduduk lokal, seperti Abdur, menggambarkan keputusasaan dan ketidakpastian masa depan yang mereka hadapi. “Saya tidak melihat masa depan bagi kami. Semuanya tampak suram,” katanya. (mth)