JAKARTA | Priangan.com – Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf, mengaku kalau DPR siap membahas rekayasa konstitusional supaya capres-cawapres dalam pemilu berikutnya tidak terlalu banyak pasca MK menghapuskan Presidential Threshold.
Menurutnya, untuk membahas hal ini DPR bakal melibatkan sejumlah stakeholder, termasuk dari masyarakat, akademisi, hingga partau politik.
“Ya ini memang dari kemarin sudah kami sampaikan bahwa rekayasa konstitusional ataupun ‘constitutional engineering’. Itu tentu harus melibatkan berbagai stakeholder, dari perwakilan masyarakat, akademisi, dari civil society, dari government dan tidak kalah pentingnya adalah dari partai politik,” kata Dede seperti dikutip Detik.com, Sabtu, 4 Januari 2025.
Dede menyebutkan, keterlibatan partai politik dalam pembahasan ini sangat penting. Itu karena parpol merupakan peserta pemilu yang kelak bisa mengusung Capres maupun Cawapres. Maka dari itu, mereka harus dilibatkan untuk menyusun aturan soal syarat pencalonan.
Dalam melakukan pembahasan, Dede mengatakan hal yang akan paling dikaji adalah kmungkinan jumlah minimal serta maksimal calon Presiden dan Wakil Presiden karena hal ini berkaitan dengan efektivitas anggaran pemilu.
“Soal nanti berapa banyaknya calon apakah ada minimalnya atau maksimalnya tentu kita harus cari mana yang lebih efektif dan efisien tentunya. Baik dari sisi anggaran negara ataupun efektivitasnya,” tegasnya.
“Persyaratan calon pun juga harus kita perketat tidak serta-merta orang yang punya duit triliunan langsung bisa ikutan begitu saja, jadi harus ada track record pengalaman dan prestasi-prestasi lainnya terutama di bidang politik dan pemerintahan dan konkretnya nanti kita akan rumuskan pada saat kita melakukan revisi Undang-Undang Pemilu dan Pilpres ini,” tandasnya.
Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden. Itu dilakukan lantaran dinilai bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat serta berlawanan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Pembacaan amar putusan tersebut dilakukan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo. (wrd)