DENPASAR | Priangan.com – Indonesia sejak dulu dikenal sebagai negara yang kaya akan kebudayaannya. Salah satu tradisi kebudayaan yang telah diwariskan secara turun-temurun adalah upacara potong gigi yang populer di kalangan masyarakat Hindu Bali. Tradisi unik ini tidak hanya mencerminkan keyakinan spiritual, tetapi juga nilai-nilai luhur yang telah mengakar dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi masyarakat Bali.
Upacara potong gigi biasa disebut mepandes, mesangih, atau metatah. Tradisi ini biasanya diikuti oleh remaja Hindu sebagai simbol peralihan menuju kedewasaan. Mereka percaya, dengan melakukan tradisi potong gigi, akan membawa perubahan signifikan dalam perkembangan moral dan spiritual setiap individu. Meski terdengar sederhana, upacara ini nyatanya memiliki makna mendalam yang mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari pendidikan karakter hingga simbol harapan masa depan yang lebih baik.
Dalam kepercayaan Hindu Bali, sifat-sifat buruk seperti kemarahan, iri hati, dan keserakahan, dianggap sebagai keraksasaan yang harus dikendalikan dan dibersihkan. Proses pengikiran gigi pada upacara ini, dipercaya sebagai simbol pengendalian diri terhadap sifat-sifat tersebut. Dengan melakukan potong gigi, individu diharapkan dapat mengikis kecenderungan negatif dan mengembangkan karakter yang lebih mulia.
Di sisi lain, tradisi ini juga mengandung dimensi spiritual yang sangat kuat. Bagi masyarakat Bali, melaksanakan upacara potong gigi merupakan langkah penting dalam perjalanan spiritual seseorang. Orang tua yang mengadakan upacara ini bagi anak-anak mereka dianggap telah memenuhi salah satu kewajiban utama dalam kehidupan keluarga, yakni mempersiapkan anak-anak mereka untuk menjadi individu yang mampu menjalani hidup dengan bijaksana dan seimbang.
Salah satu bagian penting dari upacara ini adalah merasakan berbagai rasa seperti pahit, asam, pedas, sepat, asin, dan manis setelah proses pengikiran gigi selesai. Masing-masing rasa tersebut melambangkan pelajaran hidup yang harus dipahami oleh para peserta upacara. Misalnya, rasa pahit dan asam menggambarkan kesulitan yang akan dihadapi dalam hidup, sementara rasa manis menjadi simbol kebahagiaan yang akan datang setelah berhasil melewati berbagai tantangan.
Pakaian putih dan kuning yang dikenakan selama upacara pun mempunyai makna simbolis. Itu dipercaya melambangkan kesucian dan kebersihan hati. Hal ini mencerminkan harapan bahwa setelah melalui upacara ini, para remaja tersebut akan mampu menjalani kehidupan yang lebih suci dan jauh dari pengaruh-pengaruh negatif.
Biasanya, upcara potong gigi di Bali dilakukan secara massal. Selain untuk meminimalisir biaya, itu juga dilakukan sebagai bentuk gotong royong yang memperkuat ikatan sosial antar warga.
Di tengah perkembangan zaman modern seperti sekarang ini, tradisi potong gigi di Bali masih tetap dijalankan dengan penuh kebanggaan. Selain sebagai salah satu kebiasaan yang telah dilakukan secara turun temurun, tradisi potong gigi ini juga dilakukan sebagai wujud pelestarian warisan budaya yang telah ada sejak ratusan tahun lalu. (Dhan)