Menilik Sejarah Berdirinya Mahkamah Agung Republik Indonesia  

JAKARTA | Priangan.com – Mahkamah Agung merupakan salah satu pilar penting dalam sistem peradilan di Indonesia yang memegang peran sentral dalam menjalankan kekuasaan kehakiman. Lembaga ini berdiri sebagai pengadilan tertinggi yang mengawasi jalannya keadilan di lingkungan peradilan umum, agama, tata usaha negara, dan militer. Setiap tanggal 19 Agustus, Mahkamah Agung memperingati hari jadinya sebagai momen untuk menegaskan kembali komitmen terhadap tegaknya hukum dan keadilan di Indonesia.

Cikal bakal Mahkamah Agung sendiri dapat ditelusuri sejak masa pemerintahan kolonial Belanda yang banyak memengaruhi struktur pemerintahan dan sistem hukum di Nusantara. Pada saat itu, lembaga tertinggi peradilan dikenal dengan nama Hooggerechtshof, yang berkedudukan di Batavia (sekarang Jakarta).

Lembaga ini memiliki yurisdiksi atas seluruh wilayah Hindia Belanda dan menjadi pusat dari sistem peradilan kolonial. Susunannya terdiri dari seorang ketua, dua anggota, seorang pokrol jenderal, dua advokat jenderal, serta panitera dengan kemungkinan penambahan anggota berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal.

Ketika Indonesia meraih kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, struktur hukum nasional mulai dibentuk secara mandiri. Sehari setelah kemerdekaan, tepat pada 18 Agustus 1945, Presiden Soekarno mengangkat Mr. Dr. R.S.E. Koesoemah Atmadja sebagai Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia yang pertama. Pengangkatan ini menandai terbentuknya Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi dalam sistem hukum Indonesia yang merdeka. Tanggal pengangkatan tersebut juga kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Mahkamah Agung berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor KMA/043/SK/VIII/1999.

Pada masa awal kemerdekaan, Mahkamah Agung sempat mengalami perpindahan lokasi seiring dengan situasi politik yang masih belum stabil. Antara tahun 1946 hingga 1950, lembaga ini berkedudukan di Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota Republik Indonesia. Meski dalam keterbatasan sarana dan sumber daya, Mahkamah Agung tetap menjalankan fungsinya untuk menegakkan hukum.

Lihat Juga :  Buah atau Sayur? Kasus Tomat yang Menguji Logika Hingga Sampai ke Meja Pengadilan

Seiring waktu, Mahkamah Agung mengalami perkembangan yang sejalan dengan perubahan sistem ketatanegaraan di Indonesia. Dalam UUD 1945, Mahkamah Agung ditegaskan sebagai lembaga yang mandiri dan tidak dapat dipengaruhi oleh kekuasaan lain. Bersama Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial, Mahkamah Agung memegang kekuasaan kehakiman yang bebas dari intervensi legislatif maupun eksekutif.

Lihat Juga :  Dari Kisah Aneh yang Diragukan, Julukan 'Penggantung Monyet' Jadi Identitas Kota

Mahkamah Agung memiliki sejumlah kewenangan penting, seperti mengadili perkara pada tingkat kasasi, memberikan pertimbangan dalam pemberian grasi dan rehabilitasi oleh presiden, serta menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Lembaga ini juga memiliki peran dalam mengusulkan calon hakim konstitusi, yang menunjukkan keterlibatannya dalam sistem hukum yang lebih luas.

Kini, setelah puluhan tahun berdiri, Mahkamah Agung tetap menjadi ujung tombak dalam penegakan keadilan di Indonesia. Melalui putusan-putusan yang dikeluarkannya, lembaga ini terus berupaya menjaga konsistensi hukum dan menjawab berbagai tantangan yang muncul seiring dengan perkembangan masyarakat dan negara. (wrd)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos