IRAK | Priangan.com – Karbala, sebuah kawasan gersang di wilayah Irak saat ini, menjadi latar dari salah satu peristiwa paling menggores dalam sejarah awal Islam. Pada tahun 680 Masehi, benturan antara prinsip dan kekuasaan melahirkan tragedi yang hingga kini terus dikenang, terutama oleh kalangan Syiah. Di sana, Husain bin Ali, cucu dari Nabi Muhammad SAW, tewas bersama sejumlah kecil pengikutnya dalam situasi yang sarat ketegangan politik dan perlawanan moral.
Perjalanan Husain menuju Karbala bermula dari keengganannya mengakui kepemimpinan Yazid bin Muawiyah, yang baru saja naik sebagai khalifah setelah wafatnya ayahnya, Muawiyah bin Abu Sufyan. Husain menilai, proses pengangkatan tersebut melanggar nilai-nilai yang dia yakini.
Pada satu waktu, Husein mendapatkan undangan dari para penduduk Kufah. Ia pun berangkat bersama rombongan kecilnya. Namun, sebelum mencapai Kufah, rombongan Husein dicegat oleh pasukan Umayyah dan dipaksa berhenti di Karbala.
Mereka dikepung. Kelompok Husain diputus dari sumber air. Ketegangan itu pun mencapai puncaknya dan berujung pada konfrontasi bersenjata. hampir seluruh pengikut Husain tewas. Termasuk keluarga dekatnya. Kepala-kepala mereka kemudian dibawa ke pusat kekuasaan Umayyah sebagai bukti kemenangan.
Selain meninggalkan luka dalam di kalangan keluarga Nabi, peristiwa ini juga menimbulkan kekhawatiran luas di tengah masyarakat Islam. Situasi politik yang memburuk berdampak pada pelaksanaan ibadah, termasuk haji.
Pada tahun itu, sejumlah sejarawan mencatat bahwa sebagian umat Islam enggan pergi ke Mekah karena kondisi yang tidak kondusif. Rasa takut, pengawasan militer, dan konflik internal membuat banyak orang memilih menghindari perjalanan ibadah haji.
Dari peristiwa Karbala, muncul pula perubahan dalam cara sebagian kelompok Muslim memahami ibadah. Sebagian umat mulai mencari bentuk penghayatan spiritual lain yang tidak selalu terikat pada ritual resmi. Di kalangan Syiah, misalnya, Karbala menjadi pusat ziarah yang dimaknai sebagai ekspresi keteguhan hati dan protes terhadap ketidakadilan.
Hingga kini, setiap tahun, jutaan orang dari berbagai negara datang ke Karbala untuk mengenang gugurnya Husain. Bagi mereka, ziarah ini bukan sekadar perjalanan ke makam seorang tokoh agama, melainkan bagian dari identitas spiritual dan sejarah mereka. (wrd)