PARIS | Priangan.com – Sabtu, 11 Juni 1955, mungkin menjadi tanggal kelam dalam sejarah dunia balap mobil. Pada hari itu, gelaran 24 Hours of Le Mans di Circuit de la Sarthe, Prancis, berubah jadi salah satu bencana paling memilukan dalam sejarah olahraga otomotif. Dalam hitungan detik, arena yang biasanya dipenuhi sorak-sorai dan decak kagum, seketika dibungkam oleh ledakan dan jerit ketakutan.
Sekitar dua jam setelah balapan dimulai, sebuah insiden terjadi di lintasan utama. Mike Hawthorn, pembalap Jaguar yang pada saat itu memimpin lomba, secara tiba-tiba mengurangi kecepatan untuk masuk ke area pit. Hal ini membuat Lance Macklin yang berada persis di belakangnya terpaksa membelokkan mobilnya ke kiri untuk menghindari tabrakan.
Sayangnya, Pierre Levegh, yang mengemudikan Mercedes-Benz 300 SLR, datang dari belakang dengan kecepatan sangat tinggi sehingga tak bisa menghindar. Praktis, mobil yang dikemudikannya menghantam bagian belakang Austin-Healey Macklin. Mobil itu terpental, melayang ke udara, lalu menabrak tanggul pelindung sebelum akhirnya menghantam kerumunan penonton.
Benturan keras itu lalu disusul ledakan hebat hingga membuat pecahan logam berserakan ke tribun yang dipenuhi ribuan orang. Beberapa bagian mobil, termasuk mesin dan sasis, menghantam penonton. Pierre Levegh sendiri tewas seketika setelah tubuhnya terlempar dari kokpit. Tercatat, korban dari kalangan penonton mencapai puluhan jiwa, sementara ratusan lainnya mengalami luka berat akibat serpihan ledakan.
Perkiraan jumlah korban tewas berkisar antara 80 hingga 84 orang, sementara puluhan lainnya mengalami luka serius. Banyak dari mereka tidak pernah menyadari bahwa momen kegembiraan mereka di lintasan balap akan berubah menjadi malapetaka dalam sekejap. Tangis dan kepanikan pun merebak, namun balapan tetap berlangsung.
Keputusan untuk tidak menghentikan lomba sempat menuai kontroversi. Penyelenggara mengklaim bahwa penghentian mendadak bisa memicu kekacauan lebih besar dan menghambat upaya medis yang sedang dilakukan.
Meskipun sempat melanjutkan lomba, Mercedes-Benz akhirnya memilih untuk menarik tim mereka dari kompetisi sebagai bentuk penghormatan bagi korban. Sementara itu, Jaguar terus melaju dan keluar sebagai juara.
Tragedi ini menjadi titik balik penting dalam sejarah balap mobil. Beberapa negara langsung mengambil langkah tegas. Swiss bahkan melarang balapan mobil di negaranya selama lebih dari enam dekade. Sirkuit-sirkuit pun mulai dibenahi, standar keselamatan diperketat, dan desain mobil juga mengalami banyak perubahan agar lebih mampu melindungi pembalap maupun penonton jika terjadi kecelakaan. (wrd)