SURABAYA | Priangan.com – Rabu, 19 September 1945, sebuah peristiwa bersejarah terjadi di Hotel Yamato, Surabaya. Kala itu, terjadi sebuah insiden perobekan bendera Belanda. Hal ini menjadi salah satu bagian penting dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa untuk memperhatahankan kemerdekaan Indonesia.
Kejadian ini bermula ketika Indonesia baru saja memproklamasikan kemerdekaannya tepat pada tanggal 17 Agustus 1945. Semangat kedaulatan membara di setiap sudut negeri, termasuk di Surabaya. Pemerintah Indonesia kala itu pun mengeluarkan maklumat pada 1 September 1945. Mereka menginstruksikan agar bendera merah putih dikibarkan di seluruh wilayah sebagai lambang kemeredkaan.
Namun, tepat pada tanggal 19 September 1945, ketenangan di Surabaya terusik oleh Victor Willem Charles Ploegman, seorang perwira Belanda. Alih-alih menghormati apa yang sudah menjadi hak bangsa Idnonesia, ia malah memerintahkan bendera Belanda dikibarkan di puncak Hotel Yamato tanpa izin dari pemerintah Indoenesia.
Praktis, aksi ini pun dianggap sebagai penghinaan terhadap kemerdekaan yang baru saja diraih. Warga Surabaya kala itu marah besar. Sebagai bentuk respons, Wakil Residen Surabaya, Soedirman, kemudian mendatangi Ploegman untuk melakukan negosiasi. Dengan harapan, Ploegman bersedia untuk menurunkan bendera Belanda.
Alih-alih menuruti tuntutan tersebut, Ploegman malah bersikukuh. Perundingan pun gagal. Situasi mulai tegang. Bahkan, kericuhan pun terjadi. Kala itu, terjadi bentrokan antara pihak Ploegman dengan bangsa pribumi.
Kericuhan mulai memuncak ketika Ploegman mengeluarkan senjata. Ia dianggap menantang sekaligus merendahkan kalangan pribumi. Akhirnya, ia pun dicekik oleh salah seorang pemuda bernama Sidik hingga tewas. Sayangnya, nasib nahas tak hanya diterima Ploegman, Sidik juga ikut tewas lantaran ditembak oleh tentara Belanda.
Sementara Jenderal Soedirman dan Hariyono berhasil melarikan diri dari hotel. Ketegangan semakin meningkat di luar hotel, di mana ratusan pemuda sudah menunggu. Mendengar suara riuh dan suara tembakan, para pemuda itu pun bertindak, menyerbu masuk ke dalam hotel untuk melawan Belanda.
Di tengah situasi yang tak terkendali itu, dua sosok pemuda berani bernama Kusno Wibowo dan Hariyono tiba-tiba memanjat tiang bendera di atas Hotel Yamato. Mereka kemudian merobek bagian biru dari bendera Belanda dan menyisakan warna merah dan putihnya saja.
Pada saat melakukan aksi itu, para pemuda yang masih berada di halaman hotel kemudian menyorakinya. Teriakan Merdeka mewarnai aksi dramatis tersebut. Tak hanya jadi simbol kemenangan, peristiwa itu juga sampai saat ini masih dikenang sebagai bentuk semangat perlawanan rakyat Surabaya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di masa silam.
Satu bulan pasca insiden tersebut, tepatnya pada tanggal 25 Oktober 1945, pasukan Inggris yang dikomandoi oleh Brigadir Jenderal AWS Mallaby pun tiba di Surabaya. Mereka berkamuflase. Dengan dalih hendak melucuti senjata tentara Jepang, mereka nyatanya ditunggangi oleh pasukan Belanda atau NICA.
Hal ini tentu saja kembali memicu kemarahan rakyat Surabaya. Pertempuran besar pun terjadi kala itu. Ribuan rakyat menjadi korban dalam upaya mempertahankan kemerdekaan ini. Hingga kini, pertempuran Surabaya [ada 10 November 1945 itu diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional. (ldy)