WASHINGTON, D.C | Priangan.com – Perang Vietnam membawa dampak besar bagi jutaan orang, termasuk mereka yang tidak berada langsung di garis depan. Ketika konflik memuncak, sejumlah tentara Amerika kala itu ditangkap dan dijadikan tawanan oleh pasukan Vietnam Utara. Mereka menjalani masa penahanan dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dan jauh dari perlakuan yang layak sebagai manusia.
Namun, di balik penderitaan para tahanan ini, ada kisah perjuangan para istri yang ditinggalkan. Mereka bukan hanya berjuang menahan rindu dan ketidakpastian, namun kadangkala mesti menghadapi pilihan-pilihan sulit yang menyangkut kehidupan.
Pada awalnya, para istri prajurit itu diminta untuk diam. Hal ini dinilai sebagai salah satu cara agar suami mereka tetap hidup. Namun, seiring berjalannya waktu, semuanya mulai berubah. Ketika diam saja tak membawa perubahan, mereka pun mulai bergerak.
Langkah besar diambil. Para istri prajurit itu mulai mebentuk sebuah wadah bernama National League of Families of American Prisoners and Missing in Southeast Asia. Dari sana, mereka mulai menyuarakan keprihatinan secara terbuka.
Surat-surat dikirimkan kepada pejabat tinggi, pidato disampaikan di berbagai forum, hingga berani unjuk gigi dan bersuara di media massa. Salah satu momen paling monumental adalah ketika mereka hadir dalam konferensi pers internasional yang menyita perhatian dunia pada 12 Desember 1969.
Sosok Sybil Stockdale, menjadi simbol dari gerakan ini. Sebagai istri Komandan James Stockdale yang ditahan selama lebih dari tujuh tahun, Sybil berani mengambil tindakan untuk menyatukan keluarga para prajurit tawanan perang.
Akhirnya, semua perjuangan itu membuahkan hasil. Suara mereka mengubah pandangan masyarakat, menggugah empati, dan mendesak pemerintah untuk bertindak lebih serius. Tekanan yang mereka berikan turut memengaruhi proses negosiasi damai, hingga pada akhirnya mendorong pembebasan banyak tawanan perang. (Lsa)