JAKARTA | Priangan.com – Tahun 2004 menjadi salah satu tahun yang cukup bersejarah bagi Indonesia. Pada saat itu, penilihan presiden secara langsung untuk pertama kalinya dilakukan. Tentu saja, peristiwa ini menjadi salah satu capaian penting reformasi, setelah selama puluhan tahun rakyat hanya bisa menyaksikan pemilihan kepala negara dilakukan melalui sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat. Harapan agar demokrasi berjalan lebih terbuka terwujud pada 2004, ketika jutaan warga menggunakan hak pilihnya untuk menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin negara.
Latar belakang perubahan sistem pemilihan ini berawal dari gelombang reformasi 1998 yang menumbangkan rezim Orde Baru. Salah satu tuntutan terkuat kala itu adalah pembatasan kekuasaan presiden serta perlunya mekanisme yang lebih transparan dan akuntabel dalam menentukan pemimpin. Hasil amandemen UUD 1945 pun pada akhirnya membuka jalan bagi pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat. Dengan dasar hukum itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempersiapkan pemilu presiden yang digelar setelah pemilu legislatif 2004 selesai.
Kontestasi pertama ini kala itu diikuti lima pasangan calon yang berasal dari berbagai latar belakang politik. Megawati Soekarnoputri yang saat itu menjabat sebagai presiden menggandeng Hasyim Muzadi. Susilo Bambang Yudhoyono yang baru saja keluar dari kabinet membentuk pasangan bersama Jusuf Kalla. Sementara Wiranto, mantan Panglima TNI, maju dengan Salahuddin Wahid. Amien Rais, tokoh reformasi sekaligus Ketua MPR, didampingi Siswono Yudo Husodo. Terakhir, Wakil Presiden Hamzah Haz menggandeng mantan KSAD Agum Gumelar. Lima pasangan ini tampil dalam debat publik serta kampanye terbuka yang untuk pertama kalinya dan memberikan pengalaman politik baru bagi masyarakat.
Pemilu presiden 2004 menggunakan sistem dua putaran. Pada putaran pertama yang digelar 5 Juli, tidak ada pasangan yang memperoleh lebih dari 50 persen suara. Hasilnya menempatkan Susilo Bambang Yudhoyono–Jusuf Kalla dan Megawati Soekarnoputri–Hasyim Muzadi sebagai dua pasangan dengan suara tertinggi, sehingga keduanya berhak melaju ke putaran kedua. Kontestasi semakin memanas ketika kedua kubu saling menguatkan basis dukungan, sementara tiga pasangan lain tersisih dari persaingan.
Putaran kedua digelar 20 September 2004 dan menghasilkan kemenangan bagi pasangan Susilo Bambang Yudhoyono–Jusuf Kalla. Pasangan ini meraih sekitar 60,62 persen suara, unggul atas Megawati–Hasyim yang memperoleh sekitar 39,38 persen. Kemenangan tersebut menjadikan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden ke-6 Indonesia sekaligus presiden pertama yang terpilih melalui mekanisme langsung. Jusuf Kalla pun mencatat sejarah sebagai wakil presiden pertama yang dipilih lewat pemilu rakyat.
Selain menjawab pertanyaan bagaimana demokrasi bisa berjalan lebih partisipatif di Indonesia, pelaksanaan pemilu presiden langsung pertama ini juga memberi pengalaman baru bagi seluruh elemen bangsa. Rakyat dapat menyaksikan kampanye, debat, hingga proses penghitungan suara yang lebih terbuka dibandingkan sebelumnya. Sejak saat itu, sistem pemilu presiden langsung menjadi bagian tetap dalam praktik demokrasi di Indonesia dan terus dijalankan hingga kini sebagai wujud kedaulatan rakyat yang nyata. (wrd)