JAKARTA | Priangan.com – Bandara Soeakrno-Hatta dan Halim Perdanakusuma boleh jadi bandara yang paling terkenal saat ini di Jakarta. Tapi, jauh sebelum keduanya hadir, ada satu bandara yang pernah menjadi wajah Indonesia di mata dunia. Namanya Bandara Kemayoran. Dulu, bandara ini merupakan bandara internasional pertama milik bangsa. Sayangnya, kini bandara itu hanya tersisa dalam kenangan dan catatan sejarah.
Bandara Kemayoran resmi dibuka pada 6 Juli 1940. Kehadirannya menjadikan Batavia (Jakarta) memiliki lapangan udara modern yang sanggup menopang berbagai rute penerbangan internasiona. Pada saat itu, pengelolaannya berada di tangan Koninklijke Nederlands Indische Maatschappij (KNILM). Pesawat DC-3 yang berangkat dari Tjililitan tercatat sebagai pesawat yang pertama mendarat, disusul sehari kemudian oleh penerbangan ke Australia. Tak lama setelah diresmikan, bandara ini tercatat pernah menggelar pertunjukan udara guna memperingati hari ulang tahun Raja Belanda.
Ketika Perang Asia pecah, Bandara Kemayoran ikut menjadi target. Serangan udara Jepang pada Februari 1842 menyebabkan sejumlah pesawat mengalami kerusakan. Sejak saat itu, bandara tersebut jatuh ke tangan tentara pendudukan. Pesawat tempur Zero milik Jepang menjadi pesawat musuh yang pertama mendarat di sana dan menandai babak kelam bagi dunia aviasi di Hindia Belanda.
Meski begitu, ketika Indonesia berhasil meraih kemerdekaannya, Bandara Kemayoran kembali ramai. Berbagai pesawat Sekutu berdatangan dari Spitfire hingga Mustang. Bandara ini juga menjadi saksi bisu lahirnya Garuda Indonesia Airways. Dari sinilah, maskapai kebanggaan Indonesia memulai kiprahnya membawa penumpang ke berbagai tujuan.
Memasuki era 1950-an, Bandara Kemayoran mulai kedatangan kedatangan pesawat jet dan turboprop, termasuk pesawat-pesawat buatan dalam negeri seperti Sikumbang, Belalang, hingga kUnang. Bahkan, bandara ini juga pernah menjadi basis Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Pada akhir 1950-an sampai 1060-an, pesawat-pesawat tempur buatan soviet, mulai dari MiG-15 hingga pembom Ilyushin Il-28 turut mengisi hanggar-hanggar Bandara Kemayoran.
Barulah memasuki dekade 1970-an, aktivitas penerbangan di Kemayoran mencapai puncaknya. Berbagai pesawat berbadan lebat, seperti Boeing 747 dan DC-10 mulai mendarat di sana. Salah satu momen paling monumental terjadi pada 29 Oktober 1973, ketika pesawat DC-10 KLM yang disewa Garuda untuk penerbangan haji berhasil mendarat di Kemayoran. Pesawat ini menjadi pesawat paling besar yang pernah singgah di bandara ini.
Namun, sayangnya pertumbuhan Jakarta dan meningkatnya frekuensi penerbangan di kota ini membuat Bandara Kemayoran tak lagi memadai. Lokasinya yang berada di tengah pemukiman padat penduduk menimbulkan keterbatasan akses. Walhasil, pemerintahan Orde Baru akhirnya memutuskan untuk membangun bandara baru di Cengkareng, yang kemudian dikenal sebagai Bandara Soekarno-Hatta.
Pada 1 Juni 1984, Bandara Kemayoran resmi ditutup. Pesawat DC-3 Dakota menjadi yang terakhir meninggalkan landasan bersejarah tersebut. Walau begitu, suasana bandara sempat kembali hidup saat Indonesia Air Show digelar pada 1986. Setelah itu, perlahan-lahan jejak bandara menghilang dan digantikan oleh gedung-gedung perkantoran serta permukiman modern.
Kini, Bandara Kemayoran hanyba tinggal dalam ingatan. Meski tak lagi berfungsi, kisahnya tetap tercatat sebagai bab penting dalam sejarah kedirgantaraan Indonesia. Dari masa kolonial, perang dunia, awal kemerdekaan hingga era modern, bandara ini menjadi saksi bisu kemajuan dunia penerbangan tanah air. (wrd)

















