NEW DELHI | Priangan.com – Sosok Laksmi Bhai mungkin masih terasa asing di telinga orang-orang Asia. Tapi jauh di pelataran India sana, hampir semua orang mengenalnya. Ia bukan sekadar seorang ratu, melainkan simbol perlawanan terhadap dominasi Inggris yang mencoba mencengkeram tanah kelahirannya.
Sejak kecil, ia telah menunjukkan keberanian yang jarang dimiliki oleh perempuan pada umumnya. Dibesarkan di lingkungan istana yang kental dengan tradisi keprajuritan, Laksmi tumbuh sebagai gadis yang mahir berkuda, bertarung dengan pedang, dan menguasai banyak ilmu bela diri.
Takdir di kemudian hari, membawanya menjadi permaisuri di sebuah kerajaan kecil Jhansi setelah menikah dengan Maharaja Gangadhar Rao. Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Sang suami meninggal tanpa meninggalkan keturunan laki-laki sebagai pewaris sah takhta.
Menurut tradisi yang berlaku, keluarga kerajaan boleh mengadopsi anak laki-laki untuk meneruskan kepemimpinan. Namun, Inggris yang saat itu berupaya memperluas kekuasaannya di India, menolak pengakuan atas anak angkat sang maharaja. Jhansi pun jatuh dalam ancaman pencaplokan.
Di saat banyak kerajaan memilih tunduk, Laksmi justru memilih jalan perlawanan. Ketika pemberontakan besar melawan Inggris meletus pada tahun 1857, ia tak ragu mengangkat senjata.
Dengan keberanian yang luar biasa, ia mengorganisir pasukannya dan mempertahankan Jhansi dari serangan Inggris. Namun kekuatan kolonial terlalu besar. Setelah bertempur sengit, benteng Jhansi pun jatuh ke tangan musuh. Laksmi Bhai tidak menyerah. Ia melarikan diri bersama pasukan kecilnya itu dan bergabung dengan kelompok pemberontak lain.
Dalam pertempuran selanjutnya, Laksmi Bhai memimpin serangan ke Gwalior, kota strategis yang menjadi pusat pertahanan Inggris. Dengan kegigihannya, dia berhasil merebut kota tersebut dan mengibarkan panji perlawanan.
Namun kemenangan itu hanya sesaat. Inggris segera melakukan serangan balasan yang lebih besar. Dalam pertempuran di Morar-lah, Laksmi Bhai kembali menghunus pedangnya, kali ini dengan menyamar sebagai laki-laki demi tetap bertarung di garis depan. Namun takdir berkata lain. Ia gugur dalam pertempuran tersebut.
Meski begitu, semangat juangnya masih terus hidup dalam ingatan rakyat India sampai saat ini. Lhaksmi dikenang sebagai salah satu simbol perlawanan dan pahlawan yang tak pernah gentar melawan segala bentuk penjajahan, meski bayarannya harus nyawa sekalipun. (Ersuwa)