TASIKMALAYA | Priangan.com – Ratusan mahasiswa Universitas Negeri Siliwangi (Unsil) yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) mendatangi Balai Kota Tasikmalaya, Selasa (23/9/2025) sore. Mereka menggelar aksi unjuk rasa untuk mendesak Pemerintah Kota Tasikmalaya agar serius memperhatikan sektor pertanian yang dinilai semakin terpuruk.
Massa aksi yang membawa spanduk dan poster tiba di halaman balai kota sambil meneriakkan yel-yel kritik. Menurut mahasiswa, kondisi pertanian di Kota Tasikmalaya saat ini berada dalam titik mengkhawatirkan.
Koordinator aksi, Alik Abidin, menjelaskan bahwa sejak 2009 hingga 2023 tercatat sudah ada sekitar 400 hektare lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi kawasan non-pertanian. “Alih fungsi lahan ini masif, sementara regulasi yang seharusnya melindungi lahan pangan tidak jelas arah dan penerapannya. Bahkan Peraturan Wali Kota terkait LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) sampai sekarang tak kunjung ada,” kata Alik di tengah kerumunan massa.
Selain soal lahan, mahasiswa juga menyoroti rendahnya kesejahteraan petani. Mereka menilai, petani hanya dituntut produktif tanpa pernah benar-benar mendapatkan jaminan penghidupan yang layak. Harga jual hasil pertanian sering kali tidak sebanding dengan biaya produksi. Lebih parah lagi, akses informasi pasar sangat terbatas sehingga petani kerap kebingungan mencari pembeli.
“Ketika panen, petani tidak tahu ke mana harus menjual hasilnya. Sementara saat gagal panen, tidak ada skema perlindungan, karena asuransi pertanian di Kota Tasikmalaya tidak jelas implementasinya,” tambah Alik.
Mahasiswa menuding pemerintah kota bersikap abai. Rencana mereka untuk bertemu langsung dengan Wali Kota Tasikmalaya, Viman Alfarizi Ramadan, kandas karena wali kota tidak hadir di kantor. Hal ini semakin memperkuat kekecewaan mahasiswa terhadap pemerintah daerah.
“Tadinya kami ingin menyampaikan langsung aspirasi kepada wali kota. Tapi beliau tidak ada di tempat. Ini membuktikan, pemerintah kota tidak sungguh-sungguh berpihak pada nasib petani,” tegas Alik.
Menurut mahasiswa, kegagalan pemerintah dalam melindungi petani akan berdampak jangka panjang pada ketahanan pangan daerah. Jika lahan terus berkurang dan petani terus terpinggirkan, maka masyarakat kota pun akan merasakan akibatnya.
Meski aksi berlangsung hingga sore, mahasiswa tetap tertib. Setelah berorasi, membentangkan spanduk, dan menyampaikan tuntutan, massa aksi akhirnya membubarkan diri dengan satu pesan jelas: Pemerintah Kota Tasikmalaya harus berhenti menutup mata dan segera turun tangan menyelamatkan pertanian.
“Petani adalah penopang utama kehidupan. Tanpa mereka, kita semua tidak bisa makan. Karena itu, pemerintah tidak boleh lagi mengabaikan sektor ini,” tutup Alik. (yna)