BERLIN | Priangan.com – Senin, 30 Oktober 1961, langit di atas Kepulauan Novaya Zemlya, Uni Soviet, berubah menjadi terang benderang ketika sebuah bom termonuklir berkekuatan luar biasa diledakkan. Perangkat tersebut dikenal dengan nama Tsar Bomba atau RDS-220, hasil pengembangan para ilmuwan Soviet atas perintah langsung dari Nikita Khrushchev. Ledakan ini tercatat sebagai yang paling dahsyat sepanjang sejarah manusia, dengan kekuatan mencapai sekitar 50 megaton TNT.
Bom raksasa itu dijatuhkan dari pesawat pembom strategis Tupolev Tu-95V yang dikemudikan Mayor Andrei Durnovtsev. Dengan bobot hampir 27 ton, bom ini dilengkapi parasut besar untuk memperlambat laju jatuhnya sehingga pesawat memiliki waktu cukup untuk menjauh dari titik ledakan. Beberapa menit kemudian, pada ketinggian beberapa kilometer di atas permukaan tanah, Tsar Bomba meledak dan menimbulkan awan jamur raksasa yang membumbung tinggi hingga puluhan kilometer ke atmosfer. Gelombang kejutnya bahkan terasa hingga jarak lebih dari 800 kilometer.
Para ilmuwan Soviet awalnya merancang Tsar Bomba dengan daya ledak 100 megaton. Namun, atas pertimbangan dampak radiasi dan keamanan penerbangan, kekuatannya dikurangi setengah dengan mengganti pelapis uranium menjadi timah. Keputusan tersebut membuat sebagian besar energi bom berasal dari reaksi fusi, bukan fisi, sehingga jatuhan radioaktifnya relatif lebih sedikit meski tetap meninggalkan dampak besar pada lingkungan sekitar.
Uji coba ini bukan semata eksperimen ilmiah. Di tengah ketegangan Perang Dingin, Khrushchev ingin menunjukkan kepada dunia, terutama Amerika Serikat, bahwa Uni Soviet memiliki kemampuan nuklir yang tak kalah kuat. Momentum ini juga bertepatan dengan berlangsungnya Kongres Partai Komunis ke-22 di Moskow.
Andrei Sakharov, salah satu ilmuwan utama di balik proyek ini, kemudian menyadari risiko besar dari senjata semacam itu. Dalam catatan pribadinya, ia menulis bahwa kekuatan sebesar itu tidak mungkin digunakan dalam perang tanpa menimbulkan kehancuran total. Kesadarannya terhadap bahaya uji coba nuklir terbuka mendorongnya untuk menjadi salah satu tokoh yang menentang perlombaan senjata di tahun berikutnya.
Ledakan Tsar Bomba pun mendapat perhatian luas di seluruh dunia. Banyak negara mengecam uji coba tersebut karena dilakukan di atmosfer. Peristiwa ini menjadi salah satu alasan penting di balik lahirnya Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Parsial (Partial Test Ban Treaty) pada 1963, yang melarang uji senjata nuklir di udara, laut, dan luar angkasa. (wrd)

















