Lahir di Tengah Keterbatasan, Si Huma Hadir Sebagai Animasi Pertama Indonesia pada 1983

JAKARTA | Priangan.com – Baru-baru ini, jagat maya Indonesia diramaikan dengan perbincangan soal film animasi Merah Putih One for All. Sayangnya, bukan karena prestasi, melainkan kritik keras yang ditujukan pada kualitas animasi dan alur ceritanya. Banyak penonton menganggap film tersebut jauh dari standar, meski dibuat di tengah kemajuan teknologi yang seharusnya membuka ruang bagi karya animasi yang lebih matang. Fenomena ini justru memunculkan ironi, sebab empat dekade lalu Indonesia pernah memiliki animasi yang sederhana, namun berhasil memikat penonton dengan pesan yang tulus dan edukatif.

Animasi itu berjudul Si Huma. Tayang di TVRI pada 1983 hingga 1984, Si Huma adalah film animasi pertama produksi Indonesia yang lahir berkat kerja sama PT Produksi Film Negara (PPFN) dengan UNICEF.

Ceritanya mengikuti petualangan seorang anak SD bernama Huma dan sahabat imajinasinya, Windi, tokoh dari dunia kartun. Bersama-sama mereka menjelajahi dunia fantasi sembari menyampaikan pesan moral positif. Salah satu episode yang cukup dikenal, Embun, menekankan pentingnya menjaga kebersihan sungai dan selokan agar anak-anak memahami bahaya air tercemar bagi kesehatan.

Animasi Si Huma istimewa bukan hanya karena pesan-pesan moral yang terkandung di dalamnya, melainkan juga proses produksinya. Serial ini dibuat secara manual oleh tim kecil yang hanya terdiri dari lima animator. Dua di antaranya adalah lulusan sekolah animasi di Jepang, meski masa belajarnya hanya enam bulan. Proses kreatif dimulai dari cerita anak-anak yang diubah menjadi skenario, kemudian digambar dengan peralatan tradisional seperti kertas, kuas, dan cat air.

Setiap episode berdurasi sekitar sepuluh menit, dengan target semula sebanyak 26 cerita dalam satu tahun penayangan. Sayangnya, keterbatasan biaya membuat produksinya hanya bertahan sekitar satu tahun.

Lihat Juga :  Desmond Doss; Prajurit Tak Bersenjata yang Dianugerahi Gelar Pahlawan

Meski demikian, Si Huma berhasil menjadi tonggak penting dalam sejarah animasi Indonesia. Di tengah keterbatasan teknologi pada masanya, serial ini menegaskan bahwa animasi bukan sekadar hiburan, tetapi juga sarana pendidikan.

Lihat Juga :  Kisah Pertempuran Epik di Karangresik

Anak-anak diajak memahami nilai-nilai kehidupan melalui kisah imajinatif yang sederhana namun kuat. Kini, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) mengabadikan Si Huma sebagai bagian dari warisan budaya bangsa, dengan mendokumentasikannya dan membagikan kembali potongan animasi tersebut melalui media sosial dan kanal YouTube resmi.

Si Huma lahir di tengah keterbatasan, tetapi menyisakan warisan yang bermakna. Sementara Merah Putih One for All justru hadir dengan segala sumber daya, namun gagal menyampaikan cerita yang menyentuh. Dari sini, kita bisa belajar bahwa animasi yang baik tidak hanya bergantung pada teknologi, melainkan juga pada gagasan yang jelas, niat tulus untuk mendidik, dan keberanian untuk menyampaikan pesan dengan cara kreatif.

Kini, tantangan industri animasi Indonesia bukan semata bagaimana mengejar kualitas visual setara dengan luar negeri, tetapi bagaimana menghidupkan kembali semangat untuk menghibur sekaligus mendidik, dengan kesederhanaan yang jujur, pesan yang kuat, dan kreativitas yang autentik. (LSA)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos