KURSK | Priangan.com – Senin, 5 Juli 1943, pertempuran besar di kawasan stepa Rusia, yang kelak dikenal sebagai salah satu konfrontasi militer paling menentukan dalam Perang Dunia Kedua meletus. Di wilayah Kursk, pasukan Jerman dan Uni Soviet terlibat dalam pertempuran berskala besar. Pertempuran ini berlangsung lebih dari sebulan dan menjadi titik balik penting dalam jalannya perang antara kedua kekuatan besar tersebut.
Sebelumnya, dua tahun lebih awal, Jerman telah memulai invasi ke wilayah Uni Soviet melalui Operasi Barbarossa. Invasi itu semula berbuah manis bagi Jerman, namun lambat laun mereka mulai menghadapi perlawanan sengit. Setelah mengalami kekalahan telak di Stalingrad pada musim dingin 1942-1943, posisi Jerman di Timur semakin melemah.
Untuk membalikkan keadaan, Adolf Hitler merencanakan sebuah serangan balasan yang difokuskan pada daerah Kursk, di mana garis depan membentuk tonjolan besar ke arah barat. Di sanalah diperkirakan akan terjadi pertempuran penentu.
Rencana ofensif Jerma yang diberi nama sandi Operasi Zitadelle ini dilakukan untuk mengepung pasukan Soviet dari utara dan selatan tonjolan Kursk. Pasukan Jerman pun dibagi menjadi dua kelompok utama: Angkatan Darat Kesembilan yang bergerak dari utara di bawah Jenderal Walter Model, serta Angkatan Darat Panzer Keempat dari selatan di bawah Jenderal Hermann Hoth. Keduanya ditugaskan untuk menerobos garis pertahanan Soviet dan bertemu di tengah, dengan harapan bisa mengepung dan menghancurkan kekuatan utama musuh.
Namun rencana itu diketahui oleh pihak Soviet sebelum dilancarkan. Dengan bantuan intelijen, termasuk informasi dari pihak Sekutu, Uni Soviet mengetahui adanya persiapan ofensif besar-besaran. Mereka pun menggunakan waktu yang tersedia untuk memperkuat pertahanan secara menyeluruh. Sekitar 1 juta pasukan, ribuan tank dan artileri, serta jaringan parit dan ladang ranjau yang luas telah disiapkan. Pekerjaan ini juga melibatkan ratusan ribu warga sipil.
Pada hari dimulainya serangan, pasukan Soviet justru meluncurkan tembakan artileri lebih dulu ke posisi Jerman. Serangan ini belum berdampak besar, namun cukup mengganggu kesiapan musuh.
Tak lama setelahnya, pasukan Jerman mulai bergerak, namun serangan mereka langsung terbentur pertahanan ketat yang telah disiapkan oleh Soviet. Di bagian utara, pasukan Model menghadapi hambatan yang berat, termasuk ladang ranjau dan tembakan anti-tank yang akurat. Di selatan, meski sempat mengalami kemajuan, gerak pasukan Hoth akhirnya terhambat oleh konsentrasi pasukan dan tank Soviet.
Puncak dari konfrontasi ini terjadi pada 12 Juli di dekat stasiun Prokhorovka. Di titik ini, berlangsung pertempuran tank terbesar dalam sejarah, dengan ratusan tank dari kedua belah pihak bertempur dalam jarak dekat. Meski tank Jerman seperti Panther dan Tiger memiliki keunggulan dalam hal daya tembak dan perlindungan, jumlah tank Soviet yang jauh lebih besar serta manuver cepat mereka menyebabkan serangan Jerman terhenti.
Setelah gagal mencapai sasaran strategis dan dengan meningkatnya tekanan dari Sekutu di Italia yang baru saja mendarat di Sisilia, Hitler memutuskan untuk menghentikan operasi pada pertengahan Juli.
Inisiatif pun berpindah ke tangan Soviet. Dalam beberapa minggu berikutnya, mereka melancarkan serangkaian serangan balasan yang dikenal sebagai Operasi Kutuzov dan Operasi Rumyantsev. Serangan-serangan ini pun mendolong pasukan Jerman mundur lebih jauh dan menjadi penanda bahwa arah pertempuran sudah berubah.
Pertempuran Kursk menjadi titik di mana dominasi militer Jerman di Front Timur benar-benar hancur. Meski kedua belah pihak kehilangan pasukan dalam jumlah besar, posisi strategis Uni Soviet setelah pertempuran ini semakin kuat.
Dari titik inilah, Tentara Merah mulai bergerak secara sistematis menuju Eropa Timur, hingga akhirnya mencapai Berlin dua tahun kemudian. (wrd)
