Kota Thiers dan Rahasia Teknik Unik di Balik Ketajaman Pisau Prancis

THIERS | Priangan.com – Di jantung wilayah Auvergne, Prancis, ada sebuah kota kecil bernama Thiers. Sekilas, kota ini tampak biasa saja, tetapi selama berabad-abad ia dikenal sebagai pusat pembuatan pisau ternama di negeri itu. Sebagaimana dilansir dari Amusing Planet, para pengrajin Thiers telah membuat peralatan makan, terutama pisau baja, selama lebih dari tujuh abad. Produk mereka tidak hanya memenuhi dapur rumah tangga di Prancis, tetapi juga dipasarkan hingga ke berbagai negara.

Sejarah panjang ini diyakini berawal sejak Abad Pertengahan. Ada legenda yang mengatakan bahwa rahasia pembuatan baja dibawa pulang oleh Tentara Salib, namun catatan resmi baru muncul pada abad ke-15.

Pajak kota pada masa itu menyebutkan sekitar 30 pembuat pisau, dan jumlahnya melonjak menjadi 200 orang pada abad ke-16. Menariknya, Thiers sama sekali tidak memiliki sumber daya yang biasanya dibutuhkan untuk membuat pisau, tidak ada bijih besi maupun batu pasir untuk roda pengasah. Satu-satunya kekuatan alam yang dimiliki adalah Sungai Durolle yang deras, yang mampu menggerakkan kincir air dan mesin-mesin awal industri. Sisanya bergantung pada ketekunan penduduknya yang bekerja di ladang saat musim panas, lalu membuat bilah pisau di musim dingin.

Sejak abad ke-15, jauh sebelum Henry Ford mempopulerkan jalur perakitan, Thiers sudah menerapkan pembagian kerja yang terorganisir. Setiap tahap produksi ditangani oleh ahli berbeda. Martinaire yang menipiskan baja, pandai besi yang membentuk bilah, penggiling dan pemoles yang menajamkan serta memberi kilau, pembuat gagang, hingga perakit akhir. Tidak ada satu pun pengrajin yang membuat pisau utuh dari awal sampai akhir.

Meski terkenal akan kualitasnya, pekerjaan di industri pisau Thiers sangatlah berat. Knives of France mencatat kisah para pengasah pisau yang dijuluki “perut kuning” karena posisi kerja unik mereka yang tengkurap di atas batu asah berputar, dengan seekor anjing di kaki untuk menghangatkan tubuh di udara dingin.

Lihat Juga :  Kisah Toleransi Beragama Di Balik Gereja Katolik Akbar

Mereka bekerja di bengkel-bengkel lembah Durolle, tempat udara lembap bercampur suara bising mesin. Risikonya besar, batu asah bisa pecah kapan saja, melemparkan pekerja ke langit-langit bengkel dan nyaris tak memberi peluang hidup. Salah satu area kerja di lembah itu bahkan dijuluki “L’enfer” atau “Neraka”, dan ada bangunan yang benar-benar memakai nama tersebut.

Pekerja di bidang lain pun tak kalah berisiko. Mesin press dan palu uap berukuran besar bisa menyebabkan cedera parah, sementara suhu bengkel logam bisa mencapai lebih dari 50°C.

Lihat Juga :  Melihat Pasukan Tanah Liat di Makam Qin Shi Huang

Namun, keterampilan dan efisiensi kerja para pengrajin membuat pesanan mengalir dari berbagai wilayah. Di desa Laguiole, misalnya, para pembuat pisau lokal kewalahan memenuhi permintaan pasar sehingga memesan pisau dari Thiers. Awalnya disebut “gaya Laguiole”, pisau ini kemudian resmi bernama Laguiole ketika seluruh produksinya dilakukan di Thiers.

Hal serupa terjadi di daerah lain, sehingga banyak model pisau Prancis, seperti Yssingeaux, Issoire, Alpin, Montpellier, Rouennais yang diproduksi di kota ini. Bahkan, Thiers sempat membuat pisau lipat bergaya Spanyol atau navaja.

Menariknya, meski memproduksi pisau dari berbagai daerah, Thiers tidak memiliki gaya pisaunya sendiri selama berabad-abad. Identitas itu baru lahir pada 1993 dengan diperkenalkannya pisau Le Thiers, merek dagang kolektif yang menjadi simbol kebanggaan kota.

Pada masa modern, listrik menggantikan tenaga air Sungai Durolle, dan meski industri ini sempat terpukul akibat persaingan produk murah dari Asia sejak 1970-an, Thiers tetap bertahan. Pemerintah kota mendirikan Musée de la Coutellerie pada 1982 untuk melestarikan warisan ini, serta menggelar Festival Coutellia yang mengundang pembuat pisau dari seluruh dunia.

Hingga kini, Thiers dan daerah sekitarnya masih memproduksi sekitar 70–80 persen perkakas berbilah Prancis, dari pisau dapur sederhana hingga karya seni logam buatan tangan. Setiap bilah yang lahir dari bengkel-bengkel kota ini memuat cerita panjang tentang ketekunan, inovasi, dan kemampuan sebuah kota kecil untuk bertahan menghadapi gempuran zaman.

Lihat Juga :  Sejarah Hari Ini: Devaluasi Rupiah 1978

Dari tepian Sungai Durolle hingga pasar internasional, Thiers adalah bukti bahwa warisan bukan hanya kenangan masa lalu, melainkan napas yang terus hidup di tangan para pengrajin masa kini. (LSA)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos