TASIKMALAYA | Priangan.com – Lahirnya Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 34 Tahun 2025 tentang Pedoman Fasilitasi Penanganan Permasalahan Pertanahan ternyata belum sepenuhnya mendapat sambutan positif. Komisi I DPRD Kabupaten Tasikmalaya menilai regulasi tersebut masih menyisakan banyak celah dan belum menyentuh seluruh pihak yang seharusnya dilibatkan dalam penyelesaian konflik agraria.
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Andi Supriyadi, memang mengapresiasi langkah Pemkab yang menerbitkan Perbup tersebut sebagai turunan dari Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2015. Menurutnya, aturan ini penting sebagai pijakan teknis bagi pemerintah daerah untuk menangani persoalan pertanahan yang seringkali menjadi sumber konflik di masyarakat.
Namun Andi menegaskan bahwa regulasi ini masih jauh dari kata komprehensif. “Seharusnya Perbup ini memuat semua unsur yang berkepentingan. Pelibatan organisasi masyarakat yang selama ini konsisten mengawal isu pertanahan justru akan memperkuat legitimasi kebijakan yang dibuat,” ujarnya, Senin (29/9/2025).
Komisi I juga menyoroti pasal 4 ayat 3 terkait komposisi tim terpadu yang dinilai masih pincang. Unsur yang seharusnya dilibatkan, menurut Andi, adalah Kementerian ATR/BPN, Kodim, serta organisasi masyarakat yang fokus pada persoalan tanah. Tanpa itu, aturan hanya menjadi dokumen formalitas yang kehilangan daya dorong di lapangan.
Lebih jauh, DPRD juga mendorong Bupati Tasikmalaya segera menerbitkan Surat Keputusan (SK) pembentukan Tim Penyelesaian Sengketa Agraria. Tim ini dipandang penting agar setiap konflik yang muncul di lapangan bisa ditangani secara cepat, terukur, dan tidak berlarut-larut.
“Kalau timnya jelas dan unsur-unsurnya lengkap, pemerintah daerah akan lebih mudah mengambil langkah konkret. Jangan sampai regulasi hanya ada di atas kertas tanpa memberikan manfaat langsung bagi masyarakat,” tegas Andi.
Komisi I berharap masukan ini segera ditindaklanjuti Pemkab Tasikmalaya agar Perbup Nomor 34 Tahun 2025 tidak berhenti sebagai produk hukum administratif belaka, tetapi benar-benar menjadi instrumen penyelesaian konflik agraria yang efektif di daerah. (yna)

















