TASIKMALAYA | Priangan.com – Suasana rapat pleno terbuka rekapitulasi suara Pemungutan Suara Ulang (PSU) di tingkat kabupaten memanas, Rabu (23/4/2025). Bukan hanya karena ketatnya pengawasan hasil suara, tetapi karena muncul keributan antar saksi pasangan calon terkait jumlah saksi yang hadir.
Kericuhan bermula saat saksi dari pasangan calon nomor urut 02 datang dengan lebih dari dua orang perwakilan—melebihi batas maksimal yang tertulis dalam undangan resmi KPU. Hal ini memicu protes dari saksi paslon lain yang merasa aturan dilanggar secara terang-terangan.
“Sudah jelas tertulis, hanya dua orang saksi. Tapi mereka datang berlebih, seolah aturan itu bisa ditawar,” ujar Sandi Purwanto, saksi dari Paslon 01 Iwan-Dede, dengan nada kecewa.
Menurut Sandi, protes ini bukan sekadar soal jumlah orang, tetapi soal etika dan kepatuhan dalam mengikuti tata tertib yang berlaku dalam forum resmi seperti ini. Ia pun menyebut, meski proses rekapitulasi berjalan tertib, pelanggaran kecil seperti ini bisa menjadi pemicu ketegangan yang tak perlu.
Namun pihak Paslon 02 punya versi berbeda. Asop Sopiudin, salah satu saksi mereka, menyebut ini hanya masalah miskomunikasi internal.
“Tata tertib tidak tersosialisasikan secara menyeluruh kepada tim kami. Kami membawa tambahan saksi sebagai operator teknis untuk menyandingkan data. Tidak lebih,” jelasnya.
KPU akhirnya turun tangan menengahi. Solusinya: Paslon 02 diberi waktu untuk menyempurnakan administrasi, sementara pleno tetap berjalan.
Di tengah kisruh teknis ini, Paslon 01 memberi sinyal kuat akan membawa sengketa PSU ke Mahkamah Konstitusi. Isu dugaan politik uang dan kejanggalan dalam proses verifikasi pun turut diangkat.
“Kami siap melaporkan ke MK. Banyak hal yang tidak sesuai prosedur, dan itu cukup jadi alasan untuk menggugat,” tegas Sandi.
Sementara itu, Paslon 03 yang diwakili oleh Andi Supriadi, memilih untuk wait and see. “Kami masih mencermati proses. Tentu kami punya sikap, tapi akan kami ambil di akhir,” katanya dengan diplomatis. (yna)