BERLIN | Priangan.com – Pada masa kekuasaan Nazi di Jerman, kamp konsentrasi menjadi simbol kekejaman yang merenggut jutaan nyawa, termasuk di kamp Bergen-Belsen yang terletak di dekat kota Bergen, Lower Saxony. Berdiri sejak April 1943, kamp ini awalnya menjadi rumah bagi para tawanan perang, terutama mereka yang berasal dari Prancis dan Belgia. Namun, seiring waktu, fungsinya berkembang menjadi pusat penyiksaan dan kerja paksa.
Awal mula pendirian kamp itu terjadi ketika Wehrmacht, angkatan bersenjata Jerman Nazi, mendatangkan sekitar 21.000 tawanan Soviet pada tahun 1941. Mereka kemudian ditahan dengan kondisi yang memilukan.
Tak seperti penahanan pada umumnya yang menggunakan sel sebagai penjara, para tahanan itu dibiarkan di kawasan terbuka tanpa bangunan pelindung yang memadai. Walhasil, mereka terpaksa mendirikan tempat berlindung dari pohon dan ranting.
Pada tahun 1941, regu Gestapo mulai menyaring para tahanan dan mengidentifikasi setidaknya 500 tahanan Yahudi serta fungsionaris politik yang langsung dipindahkan ke kamp lain, termasuk kamp konsentrasi Sachsenhausen. Kondisi keras di Bergen-Belsen membuat ribuan tahanan tewas karena kelaparan dan penyakit. Dalam waktu kurang dari setahun, sekitar 14.000 tahanan meninggal dunia akibat kondisi memprihatinkan ini.
Ketika Bergen-Belsen mulai dikelola oleh SS pada April 1943, kamp ini diubah menjadi “kamp pertukaran” yang menampung banyak tawanan Yahudi. Para tahanan akan ditukar dengan tahanan Jerman dari luar negeri seperti dari Polandia, Hungaria, dan Belanda. Namun, bagi sebagian besar dari mereka, kedatangan ke kamp ini hanyalah menjadi awal dari akhir yang tragis.
Setahun kemudian, tepatnya pada tahun 1944, SS mendirikan barak khusus untuk laki-laki (Männerlager) dan perempuan (Frauenlager) di kamp ini. Mereke dipaksa untuk bekerja sebagai pekerja paksa di industri persenjataan Nazi.
Selama bekerja, para tahanan itu tak pernah mendapat perhatian. Jangankan untuk beristirahat, makan dan minum pun kadang tidak disediakan. Walhasil, banyak dari mereka yang meninggal karena kondisi kelaparan. Kisah tragis ini pun menjadi salah satu pengingat abadi tentang kamp Bergen-Belsen.
Kamp ini mengalami situasi semakin kacau dan tidak sehat di akhir tahun 1944, terutama setelah masuknya 500 pasien tahanan dari kamp Fallingbostel-Oerbke yang sebagian besar di antaranya mengidap penyakit tuberkulosis.
Memasuki Oktober dan November, sekitar 1.000 perempuan tentara dari Tentara Dalam Negeri Polandia juga dibawa ke Bergen-Belsen sebagai tawanan perang, disusul ribuan wanita dan anak-anak sipil yang terlibat dalam Pemberontakan Warsawa. Seiring bertambahnya jumlah tahanan, kondisi di kamp semakin memburuk, para tahanan banyak yang meninggal karena kelaparan maupun terinfeksi penyakit.
Kondisi kamp Bergen-Belsen semakin parah ketika Josef Kramer mulai pindah ke kamp ini. Josef adalah salah satu komandan di kamp Auschwitz-Birkenau yang dikenal brutal. Kedatangan sosoknya memperburuk penderitaan para tahanan. Jumlah korban meninggal di kamp ini pun bertambah seiring sosok kejam tak berbelas kasihan itu berada di sana.
Akhirnya, pada 15 April 1945, pasukan Inggris membebaskan kamp Bergen-Belsen. Lebih dari 53.000 tahanan ditemukan dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Gencatan senjata dengan Wehrmacht memungkinkan Inggris untuk mengambil alih kamp tanpa perlawanan. Namun, tragedi kemanusiaan di Bergen-Belsen telah menyebabkan puluhan ribu jiwa melayang, sebagian besar dari mereka dikuburkan dalam kuburan massal di area sekitar kamp. (ersuwa)