TASIKMALAYA | Priangan.com – Agus Wahyudin. Ia merupakan sosok Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya Periode 2019-2024. Jauh sebelum menjabat kursi Ketua Dewan, Agus hanyalah seorang putra dari keluarga petani.
Agus mengaku kehidupan sejak kecilnya sangat sederhana. Bahkan, sejak berusia lima tahun ia harus sudah terbiasa memegangang golok. berbanding terbalik dengan kehidupannya saat ini yang memiliki banyak harta.
“Saya selalu dibawa ke mana-mana. Saya dibawa ke kebon untuk menanam kelapa. Kalau pagi disuruh nyabit rumput karena kita ngurus domba dan sapi. Kita juga sering disuruh untuk ngala suluh,” jelas Agus dalam satu kesempatan, Jumat, 18 Maret 2022.
Meski penuh kesederhanaan, kedua orang tua Agus tak pernah absen dalam memberikan pendidikan. Ibunya, Hajah Otoh, selalu memberikan pendidikan karakter. Sedangkan Ayahnya, Haji Enek Salim, banyak mengajarkan ilmu yang bermanfaat untuk bekal hidup, seperti ilmu bertani dan beternak.
Agus kecil, dibesarkan di Kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmlaya. Ia sempat mengenyam pendidikan formal dan non formal. Bahkan, bisa dibilang riwayat pendidikannya nomaden. Menginjak pendidikan dasar, Agus bersekolah di SDN Cilintung, Kecamatan Parung Ponteng, dan lulus pada tahun 1985. Ia lantas melanjutkan pendidikannya ke Pondok Pesantren Daarul Dakwah, di Kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmalaya.
Satu-satunya alasan Agus memilih melanjutkan sekolah ke Pondok Pesantren karena sejak kecil ia sudah berita-cita untuk menjadi seorang Kiai. Namun, ternyata kehidupan di pondok pesantren jauh dari apa yang dia bayangkan. Selang beberapa waktu saja, Agus sudah merasa rindu terhadap kedua orang tuanya.
“Saya sempat kabur subuh-subuh dan pulang ke rumah karena rindu sama orangtua saya. Tapi sampai rumah malah dimarahin dan disuruh kembali. Pas mulang ke pesantren saya diruang, dibotakin, itu katanya supaya tidak kangen terus sama orang tua,” kenangnya, sambil mengingat kejadian menarik pada saat ia duduk di pondok.
Agus mengaku, mengemban ilmu di pondok pesantren hanya sekitar 6 bulan. Setelah itu ia memutuskan untuk pindah sekolah ke MTS Cijambe yang kebetulan letaknya tak jauh dari pondok pesantrennya ini.
Lulus MTS, ia melanjutkan sekolahnya ke SMA Islam Cipasung. Lagi-lagi, Agus tidak menuntaskan sekolahnya di sini. ia hanya menimba ilmu di SMA Islam Cipasung selama satu semester sebelum akhirnya kembali ke Pondok pesantren Daarul Dakwah.
“Nah, setelah nunggu 1 tahun sembari mondok, saya melanjutkan sekolah menengah atas di Aliyah Cilenga. Setelah itu saya masuk kuliah ke STHG Tasikmalaya dengan jurusan hukum,” imbuhnya.
Agus menyebut, untuk membayar biaya kuliah tak mudah. Ia harus nyambi mulai dari menjadi tukang obras, bordel, sampai guru ngaji. Namun siapa sangka, di titik inilah ia berhasil menemukan sosok wanita yang kini menjadi pendamping hidupnya, Nia Rosmiati.
Nia yang kebetulan merupakan kolega kerja dan sering mengikuti pengajian bersamanya, lama kelamaan saling menaruh rasa. Hingga pada akhirnya, di tahun 2000 mereka berdua memutuskan untuk menikah dan sampai saat ini keduanya telah dikaruniai seorang putri yang diberi nama Tasya Waldatul Marwah. (wrd)