Historia

Kisah Dr. Seuss : Bagaimana Kartun & Pena Melakukan Perlawanan

Ilustrasi (10 November 1941) Hitler kewalahan menangani wilayah taklukannya dalam kartun karya Dr. Seuss (1957). | UC San Diego.
NEW YORK | Priangan.com – Sebelum namanya dikenal luas sebagai penulis buku anak-anak yang ikonik, Theodor Seuss Geisel telah lebih dulu menapaki jalan yang berbeda dari yang mungkin dibayangkan banyak orang.
Pada masa-masa penuh ketidakpastian sebelum Perang Dunia II, dunia diliputi ketegangan politik, meningkatnya fasisme, dan ancaman perang global. Di tengah situasi itu, Geisel tidak tinggal diam. Dengan pena dan kreativitasnya, ia menyampaikan pandangan kritis terhadap isu-isu dunia melalui kartun editorial yang tajam dan penuh makna.
Kartun-kartun ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga bentuk kepeduliannya terhadap ketidakadilan, konflik, dan kebijakan politik yang ia anggap bermasalah. Melalui ilustrasi satirnya, ia berusaha membangkitkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya yang tengah mengancam dunia.
Pada bulan-bulan menjelang keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Dunia II, Geisel mulai bekerja sebagai kartunis editorial untuk surat kabar harian PM, sebuah media berhaluan kiri yang menyoroti berbagai isu sosial dan politik.
Dengan gaya satire yang tajam, ia menggunakan pena dan kreativitasnya untuk mengkritik berbagai tokoh berpengaruh pada masa itu, termasuk diktator seperti Adolf Hitler dari Jerman, Benito Mussolini dari Italia, dan Hideki Tojo dari Jepang.
Namun, serangannya tidak hanya ditujukan kepada pemimpin fasis Eropa dan Asia, tetapi juga kepada kaum isolasionis di Amerika Serikat yang menolak keterlibatan dalam perang. Salah satu targetnya adalah Charles Lindbergh, penerbang terkenal yang menjadi anggota penting Komite America First, kelompok yang menentang intervensi Amerika dalam perang.
Ketika Amerika Serikat akhirnya terlibat dalam perang, Geisel memperluas cakupan kritiknya. Ia menyoroti warga Amerika yang tidak berkontribusi dalam upaya perang serta mengutuk berbagai bentuk diskriminasi, termasuk anti-Semitisme dan rasisme. Namun, ironisnya, dalam beberapa kartunnya, ia juga menggambarkan orang Jepang secara stereotipikal, sesuatu yang kini dianggap rasis dalam perspektif modern.
Geisel lahir di Springfield, Massachusetts, pada tahun 1904. Sebelum dikenal sebagai Dr. Seuss, ia lebih dulu membangun reputasinya sebagai ilustrator dalam dunia periklanan, terutama untuk produk insektisida Flit yang diproduksi oleh Standard Oil.
Bakat menggambarnya juga terlihat dalam beberapa buku anak-anak yang ia terbitkan sebelum Perang Dunia II, seperti And to Think That I Saw It on Mulberry Street (1937), The 500 Hats of Bartholomew Cubbins (1938), The King’s Stilts (1939), dan Horton Hatches the Egg (1940). Namun, buku-buku ini belum mencapai tingkat popularitas seperti karya-karyanya di era pascaperang.
Keprihatinan Geisel terhadap kebangkitan fasisme mendorongnya untuk menulis dan menggambar kartun yang mengkritik pendukung fasisme, seperti editor Italia Virginio Gayda.
Salah satu kartunnya menarik perhatian Ralph Ingersoll, pendiri sekaligus penerbit surat kabar harian PM, yang kemudian menerbitkannya pada edisi 30 Januari 1941. Sejak saat itu, Geisel semakin aktif dan selama dua tahun berikutnya, ia menghasilkan lebih dari 400 kartun untuk surat kabar tersebut, menampilkan kritik yang tajam dan sering kali dibalut dengan humor khasnya. Kartun terakhirnya untuk PM terbit pada 5 Januari 1943.
Dua hari kemudian, ia bergabung dengan militer Amerika Serikat dan bekerja di unit Signal Corps di bawah arahan sutradara Hollywood, Frank Capra. Dalam peran ini, ia turut berkontribusi dalam pembuatan film propaganda perang yang bertujuan meningkatkan semangat patriotisme dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya keterlibatan dalam perang.
Meskipun kini dunia lebih mengenalnya sebagai pencipta karakter-karakter anak-anak yang penuh warna dan imajinasi, karya-karya awal Dr. Seuss dalam dunia kartun editorial menunjukkan sisi lain dari dirinya, seorang seniman yang peduli terhadap keadilan sosial dan tidak ragu menggunakan keahliannya untuk menyuarakan kebenaran di masa yang penuh gejolak. (LSA)
zvr
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Tonton Juga :  Fuhrerbunker, Tempat Terakhir Adolf Hitler Sebelum Bunuh Diri
%d blogger menyukai ini: