Kisah Alexander Pushkin: Abadi dalam Bahasa, Hidup Sebagai Pelopor Bangsa

MOSKOW | Priangan.com – Nama Alexander Sergeyevich Pushkin telah lama berkilau dalam sejarah Rusia, bukan hanya sebagai penyair dan penulis besar, tetapi juga sebagai sosok yang membentuk wajah bahasa dan sastra bangsanya. Ia menjadi simbol kebudayaan Rusia, seperti matahari yang cahayanya terus menyinari generasi demi generasi.

Sebagaimana dilansir dari RT News, sejak abad ke-19, banyak tokoh telah mengakui pengaruhnya yang luar biasa. Kritikus sastra Apollon Grigoryev bahkan pernah berkata lantang pada 1859, “Pushkin adalah segalanya bagi kami”. Ungkapan itu, yang dahulu sempat diperdebatkan, kini menjadi semacam kebenaran yang diterima secara universal. Bagi orang Rusia, Pushkin tidak sekadar penyair, ia adalah bagian dari identitas nasional yang tak tergantikan.

Perjalanan hidupnya sendiri berlangsung singkat namun sarat makna. Pushkin lahir pada 6 Juni 1799 di Moskwa dari keluarga bangsawan. Masa mudanya ditempa di Lyceum Kekaisaran Tsarskoye Selo, sebuah sekolah elit yang menanamkan tradisi sastra sekaligus membentuk kepribadian para calon pejabat tinggi. Di sanalah bakat puisinya mulai dikenal. Guru dan teman-temannya segera menyadari bahwa ia berbeda dari murid lain, ia mampu mengolah bahasa dengan cara yang belum pernah ada sebelumnya.

Namun kisah hidupnya berakhir tragis. Pada 1837, dalam usia 37 tahun, ia meninggal di St. Petersburg setelah terluka dalam duel dengan seorang bangsawan Prancis bernama Georges d’Anthès.

Meskipun hidupnya singkat, warisan yang ia tinggalkan sungguh luar biasa. Ia menulis ratusan puisi, belasan cerita prosa, drama, dongeng, serta novel dalam bentuk syair Eugene Onegin yang kemudian dianggap sebagai mahakarya sastra Rusia.

Hingga kini, karya-karyanya masih menjadi bagian wajib dalam kurikulum sekolah. Sejak duduk di bangku kelas lima, anak-anak Rusia sudah diperkenalkan dengan dongeng, puisi, dan cerita yang ditulisnya, dan selama bertahun-tahun berikutnya mereka terus berinteraksi dengan karyanya. Tidak ada penulis Rusia lain yang mendapat tempat sedalam itu dalam pendidikan maupun kehidupan sehari-hari masyarakat.

Lihat Juga :  Presiden Rusia Bertandang ke Korea Utara, Bantu Lawan Barat “Pengkhianat”

Salah satu alasan utama mengapa Pushkin begitu dihormati terletak pada peran besarnya dalam membentuk bahasa Rusia modern. Sebelum dirinya, bahasa sastra Rusia terbelah dalam tiga gaya yang dirumuskan oleh Mikhail Lomonosov, yaitu gaya tinggi, gaya sedang, dan gaya rendah.

Bahasa gaya tinggi kaku dan banyak meminjam dari bahasa Slavonik Gereja, sehingga jauh dari percakapan sehari-hari. Bahasa gaya rendah justru terlalu sederhana, penuh ungkapan informal. Pushkin menolak pembatasan ini. Ia memasukkan bahasa percakapan ke dalam sastra tanpa mengorbankan keindahan dan kedalaman, sehingga karya-karyanya terasa lebih dekat dengan pembaca.

Inovasi ini begitu berpengaruh hingga orang Rusia sering berkata, “Kami semua berbicara dalam bahasa Pushkin”. Ungkapan itu tidak berarti bahwa bahasa Rusia saat ini persis sama dengan yang digunakan Pushkin, karena dalam dua abad terakhir bahasa tersebut terus berubah, menyerap kata-kata asing, dan berkembang mengikuti zaman. Namun, inti dan strukturnya berakar dari karya-karya Pushkin. Banyak frasa yang ia gunakan kini begitu biasa terdengar, padahal pada zamannya merupakan terobosan. Bagi orang Rusia masa kini, bahasa Pushkin seolah sudah menjadi bahasa ibu mereka sendiri.

Lihat Juga :  Michelangelo, Seniman dan Arsitektur Asal Italia yang Punya Banyak Karya Indah

Selain itu, Pushkin tidak ragu meminjam kosakata asing, terutama dari Prancis, bahasa yang pada masa itu sangat dominan di kalangan bangsawan Rusia. Kata-kata seperti paletot (mantel), bureau (kantor), marmelade (selai), dan pistolet (pistol) masuk ke dalam bahasa Rusia melalui karya-karyanya.

Meski begitu, ia tetap berhati-hati, kata asing harus dipakai secukupnya agar memperkaya bahasa, bukan merusaknya. Sikap inilah yang membuat perkembangan bahasa Rusia berjalan seimbang, terbuka terhadap pengaruh luar namun tetap menjaga keaslian.

Meski perannya dalam membentuk bahasa begitu besar, Pushkin tidak bisa dilepaskan dari sikapnya sebagai pengamat dan pengkritik kehidupan sosial-politik. Puisinya kerap menjadi cermin kegelisahan dan harapan masyarakat. Ia menentang perbudakan, mendukung gerakan Desembris yang menuntut kebebasan pada 1825, dan menuliskan keresahannya tentang despotisme dalam puisi “Untuk Chaadaev”. Baris terakhir puisi itu penuh dengan optimisme bahwa Rusia suatu hari akan bangkit dari tidur panjangnya.

Lihat Juga :  Begini Sejarah Lahirnya Zona Waktu

Sikap vokalnya membuat Pushkin beberapa kali diasingkan oleh penguasa. Kaisar Alexander I maupun Nicholas I memandangnya berbahaya, tetapi ironisnya, mereka tidak berani melarang penerbitan karyanya. Pushkin terlalu penting bagi Rusia. Bahkan ketika Nicholas I menempatkannya di bawah pengawasan polisi rahasia, ia tetap menulis dan tetap dicintai rakyat. Hubungannya dengan penguasa selalu berada di persimpangan, ia dianggap terlalu liberal, tetapi diakui sebagai patriot sejati.

Namun tidak semua puisinya berisi kritik. Dalam karya “Untuk Para Pemfitnah Rusia”, yang ditulis pada 1831 saat terjadi pemberontakan di Polandia, Pushkin justru menentang intervensi asing. Ia menegaskan bahwa konflik itu merupakan persoalan internal yang tidak bisa dipahami oleh Barat. Sikap nasionalis ini menunjukkan betapa luasnya spektrum pandangan Pushkin, ia bisa keras terhadap pemerintahnya, tetapi juga teguh membela kehormatan negaranya dari campur tangan luar.

Sejak wafatnya, kedudukan Pushkin tidak pernah tergoyahkan. Pada masa Tsar, terutama setelah perbudakan dihapus pada 1861, ia dipuja seperti nabi. Pada masa Soviet, ketika sensor begitu ketat dan banyak penulis besar dibungkam, karya-karya Pushkin tetap diajarkan tanpa henti. Hingga kini, ia tetap dianggap sebagai “matahari puisi Rusia”, simbol kecerdasan, imajinasi, sekaligus identitas nasional.

Dua abad telah berlalu, namun cahaya Pushkin belum juga redup. Ia bukan hanya pencipta karya indah, tetapi juga pembentuk bahasa, penggerak pikiran, dan penanda jati diri sebuah bangsa. Bagi masyarakat Rusia, Pushkin bukan sekadar tokoh sejarah, melainkan bagian dari kehidupan sehari-hari. Maka benarlah apa yang diucapkan Grigoryev lebih dari satu setengah abad lalu: “Pushkin adalah segalanya bagi kami”. (LSA)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos