Historia

Ketika Eksperimen Mematikan Mengubah Pulau Tenang Menjadi Pulau Terlarang

Dua pria, keduanya mengenakan pakaian pelindung, berdiri di dekat sebuah tanda di Pulau Gruinard saat berkunjung ke pulau Skotlandia yang sangat dibatasi dan masih diperoleh pemerintah Inggris sekitar tahun 1950. | Getty Images.

GRUINARD | Priangan.com – Di tengah lautan yang membiru di Skotlandia, terdapat sebuah pulau kecil bernama Gruinard. Sekilas, pulau ini tampak tenang dan damai, dikelilingi lanskap alami yang asri. Namun, di balik ketenangannya, Gruinard menyimpan kisah kelam sebagai salah satu tempat uji coba senjata biologis paling berbahaya dalam sejarah.

Pada masa Perang Dunia II, ilmuwan dari fasilitas penelitian militer di Porton Down, Inggris, melakukan eksperimen mematikan di Pulau Gruinard. Mereka ingin menunjukkan kepada Perdana Menteri Winston Churchill betapa dahsyatnya antraks jika digunakan sebagai senjata perang.

Antraks sendiri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yang membentuk spora tahan lama dan dapat bertahan dalam kondisi ekstrem selama puluhan hingga ratusan tahun. Jika terhirup, antraks dapat menyebabkan gejala mirip flu seperti demam, batuk, dan sesak napas yang dengan cepat berkembang menjadi kondisi fatal dalam waktu 48 jam.

Bentuk infeksi lainnya, seperti yang terjadi melalui pencernaan, juga mematikan, tetapi yang paling berbahaya adalah ketika antraks menyerang sistem pernapasan, dengan tingkat kematian mencapai 80% meskipun sudah mendapat perawatan medis. Ini menjadikannya salah satu agen biologis paling mematikan.

Penggunaan antraks sebagai senjata sebenarnya bukan hal baru. Selama Perang Dunia I, kelompok pemberontak Nordik diduga pernah menggunakannya untuk melawan Tentara Kekaisaran Rusia di Finlandia, meskipun efektivitasnya tidak terdokumentasi dengan baik.

Di era 1930-an, Unit 731, sebuah divisi militer Jepang yang terkenal kejam, melakukan eksperimen antraks terhadap ribuan tawanan perang selama Perang Tiongkok-Jepang Kedua. Para korban sengaja terinfeksi dan mengalami penderitaan mengerikan sebelum akhirnya tewas.

Ketika Perang Dunia II berkecamuk, sekutu mulai mempertimbangkan penggunaan antraks dalam strategi mereka. Para ilmuwan Inggris menyadari bahwa bakteri ini sangat tahan lama dan bisa mencemari wilayah selama bertahun-tahun. Oleh karena itu, mereka mencari lokasi yang terpencil dan tidak berpenghuni untuk melakukan uji coba. Pulau Gruinard dipilih karena memenuhi semua kriteria tersebut.

Tonton Juga :  Mengungkap Prabu Guru Darmasiksa & Sanghyang Siksa Kandang Karesian

Pada tahun 1942, sekitar delapan puluh ekor domba dibawa ke pulau itu. Mereka diikat di dekat lokasi di mana bom berisi spora antraks jenis “Vollum 14578” yang termasuk jenis antraks sangat ganas akan diledakkan. Spora ini pertama kali diisolasi oleh seorang ahli bakteriologi Kanada, RL Vollum. Begitu bom diledakkan, domba-domba tersebut mulai menunjukkan gejala parah dalam hitungan hari dan akhirnya mati satu per satu.

Hasil uji coba ini menunjukkan betapa mengerikannya dampak antraks. Para ilmuwan menyimpulkan bahwa jika spora antraks disebarkan dalam jumlah besar di kota-kota Jerman, tidak hanya penduduknya yang akan musnah, tetapi juga wilayah tersebut akan menjadi tidak layak huni selama puluhan tahun.

Dari sinilah muncul rencana “Operasi Vegetarian,” strategi sekutu untuk menjatuhkan jutaan biskuit biji rami yang telah terkontaminasi antraks ke ladang-ladang peternakan di Jerman. Hewan ternak yang memakan biskuit-biskuit ini akan terinfeksi, lalu penyakitnya akan menyebar ke manusia melalui konsumsi daging yang telah terkontaminasi.

Operasi ini dirancang sebagai tindakan balasan jika Jerman terlebih dahulu melancarkan perang biologis. Namun, karena Jerman tidak pernah mengambil langkah tersebut, Operasi Vegetarian akhirnya dibatalkan. Semua kue antraks yang telah diproduksi pun dihancurkan.

Meski perang telah usai, ancaman antraks masih menghantui Pulau Gruinard. Spora yang menginfeksi tanah dan lingkungan pulau membuatnya berbahaya untuk dihuni selama hampir lima dekade. Baru pada tahun 1986, pemerintah Inggris memutuskan untuk mendekontaminasi pulau tersebut.

Sebuah perusahaan khusus ditugaskan untuk menyemprotkan 280 ton formaldehid ke seluruh permukaan tanah, sementara lapisan tanah yang paling terkontaminasi di lokasi uji coba dibuang sepenuhnya. Untuk memastikan pembersihan berhasil, sekelompok domba dilepas di pulau itu. Setelah beberapa waktu, tidak ditemukan tanda-tanda infeksi antraks pada hewan-hewan tersebut.

Tonton Juga :  Lukas Kustaryo, Pejuang Licin yang Kerap Bikin Belanda Geram

Empat tahun kemudian, Pulau Gruinard akhirnya dinyatakan aman. Menteri Pertahanan Muda Inggris, Michael Neubert, secara simbolis mencopot tanda peringatan terakhir yang melarang manusia menginjakkan kaki di pulau itu. Pada tahun 1990, pulau ini akhirnya dikembalikan kepada ahli waris pemilik aslinya dengan harga jual yang disepakati sebesar £500.

Kini, Pulau Gruinard mungkin tampak sebagai bagian tak berbahaya dari lanskap Skotlandia yang indah. Namun, sejarahnya sebagai lokasi eksperimen senjata biologis mengingatkan dunia akan betapa berbahayanya peperangan yang melibatkan agen biologis.

Kejadian ini juga menjadi bukti bahwa efek dari senjata biologis bisa bertahan jauh lebih lama dibandingkan perang itu sendiri, meninggalkan dampak yang dapat dirasakan hingga generasi berikutnya. (LSA)

zvr
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
%d blogger menyukai ini: