Keracunan Massal yang Membuat Kota Kecil di Prancis Lupa Akan Kewarasan

PARIS| Priangan.com – Akhir-akhir ini, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh kasus keracunan massal yang terjadi dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Berita tersebut segera menyebar luas dan memunculkan kekhawatiran akan mutu serta keamanan pangan di negeri ini. Kasus semacam itu mengingatkan pada sebuah tragedi lama yang tak kalah mengerikan, peristiwa keracunan massal yang menimpa sebuah kota kecil di Prancis selatan lebih dari tujuh puluh tahun lalu.

Kota itu bernama Pont-Saint-Esprit, sebuah komune di département Gard, wilayah Languedoc-Roussillon. Di sinilah, pada Agustus 1951, terjadi insiden aneh yang kemudian dikenal sebagai “Le Pain Maudit” atau “Roti Terkutuk”. Menurut laporan dari Access Riviera, kejadian ini bermula ketika hampir lima ratus penduduk kota mendadak jatuh sakit setelah memakan roti yang dibeli dari toko roti milik Roch Briand. Gejala awalnya tampak seperti keracunan yang tak berdampak fatal, hanya gejala mual, pusing, dan tubuh lemas, namun tak lama kemudian berubah menjadi kegilaan massal yang tak bisa dijelaskan.

Para korban mulai berhalusinasi. Beberapa orang mengalami halusinasi indah, melihat warna-warna terang atau mendengar nyanyian surgawi, namun sebagian besar justru diselimuti ketakutan luar biasa. Ada yang merasa tubuhnya menyusut, ada yang mengira dirinya pesawat terbang dan melompat dari jendela lantai dua, dan ada pula seorang anak berusia sebelas tahun bahkan berusaha mencekik neneknya sendiri.

Di tengah kepanikan itu, rumah sakit setempat kewalahan menampung pasien yang berteriak, menangis, atau menjerit ketakutan atas halusinasi mereka sendiri.

Suasana kota saat itu seperti kiamat kecil. Orang-orang berlarian di jalanan, menghindari api yang hanya ada dalam bayangan mereka. Hingga wabah mereda, sedikitnya tujuh orang meninggal dunia dan lebih dari dua ratus lima puluh lainnya harus dirawat di rumah sakit jiwa.

Lihat Juga :  Dari Resolusi 181 ke Solidaritas Global, Jejak Perjuangan Palestina dalam Politik Dunia

Pemerintah Prancis segera mengirim para ahli kesehatan dan ilmuwan, termasuk tim dari Institut Pasteur, untuk menyelidiki penyebab kejadian tersebut. Sumber utama keracunan diyakini berasal dari tepung gandum hitam yang digunakan oleh pembuat roti lokal. Tepung itu terkontaminasi jamur Claviceps purpurea, atau ergot, yang diketahui menghasilkan racun alami dengan efek halusinogen kuat. Senyawa yang dihasilkan jamur ini merupakan dasar kimia dari LSD, sehingga menjelaskan mengapa banyak korban mengalami gejala psikotik, seperti halusinasi, kejang, dan perilaku tidak terkendali.

Namun, seperti dicatat oleh Mental Floss, tak semua pihak yakin dengan kesimpulan itu. Pierre Jacob, presiden serikat penggilingan Prancis kala itu, menolak teori ergot dan berpendapat bahwa jamur tersebut sudah lama ada di tepung Prancis tanpa pernah menimbulkan masalah sebesar itu. Ia bahkan menantang untuk memakan roti yang terkontaminasi di depan para ahli guna membuktikan pendapatnya, meskipun tak ada catatan apakah aksi itu benar-benar terjadi.

Lihat Juga :  Perjalanan Panjang Presidential Threshold, Syarat Ambang Batas yang Baru Saja Dihapus MK

Beragam teori pun bermunculan. Ada yang menduga penyebabnya adalah merkuri dari fungisida yang digunakan untuk mengawetkan biji-bijian. Sebagian lain menduga tepung telah tercemar jamur jenis lain seperti Aspergillus fumigatus, atau bahkan terkontaminasi nitrogen triklorida yang digunakan untuk memutihkan tepung secara ilegal.

Sejarawan Steven Kaplan dari Universitas Cornell, dalam bukunya Le Pain Maudit, berpendapat bahwa baik ergot maupun LSD tidak bisa sepenuhnya menjelaskan gejala yang muncul.

Meski demikian, satu hal yang pasti bahwa kejadian ini membuka mata dunia terhadap lemahnya pengawasan bahan pangan di masa pascaperang. Saat itu, kondisi ekonomi Prancis belum pulih sepenuhnya dari Perang Dunia II. Harga bahan pokok tinggi, kualitas tepung rendah, dan sistem distribusi pangan masih berada di bawah pengawasan ketat pemerintah. Dalam situasi seperti itu, roti yang tampak kurang baik, berwarna gelap atau berbau aneh, tidak lagi dianggap mencurigakan oleh masyarakat yang sudah terbiasa dengan bahan pangan seadanya.

Lihat Juga :  Sungai Merah, Kota yang Berdarah: Pembantaian 10.000 Warga Tionghoa Tahun 1740

Tragedi di Pont-Saint-Esprit akhirnya meninggalkan luka panjang bagi warganya. Kota itu menjadi terkenal bukan karena sejarahnya yang indah di tepi Sungai Rhône, melainkan karena “wabah kegilaan” yang melanda penduduknya.

Peristiwa tersebut juga memicu penelitian mendalam tentang toksikologi pangan dan pengendalian jamur pada gandum di seluruh Eropa. Hingga kini, Le Pain Maudit tetap menjadi salah satu misteri medis paling aneh abad ke-20, karena belum ada satu teori pun yang benar-benar diterima secara universal.

Bagi kita, kisah kelam dari Pont-Saint-Esprit menjadi pengingat berharga. Kasus keracunan massal baik di masa lalu maupun masa kini, menunjukkan bahwa keamanan pangan adalah urusan yang tak bisa diabaikan. Setiap roti, nasi bungkus, atau makanan gratis yang kita konsumsi membawa tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa di balik rasa kenyang, tidak tersimpan ancaman bagi kesehatan manusia.

Tragedi di Prancis tahun 1951 itu seharusnya menjadi tempat untuk berkaca agar setiap langkah dalam rantai pangan dari bahan mentah hingga penyajian selalu dijaga dengan kesadaran dan kehati-hatian. (LSA)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos