Kemiskinan Masih Membayangi Kota Tasikmalaya: 11,10 Persen Penduduk Hidup dalam Keterbatasan

TASIKMALAYA | Priangan.com – Di balik geliat pembangunan infrastruktur dan geliat ekonomi mikro yang mulai tumbuh di Kota Tasikmalaya, angka kemiskinan masih menjadi catatan serius yang belum terselesaikan. Berdasarkan data resmi dari Dinas Sosial, hingga pertengahan 2025, sebanyak 11,10 persen penduduk Kota Tasikmalaya masih berada dalam kategori miskin.

Angka tersebut bukan hanya menunjukkan rendahnya daya beli masyarakat, tetapi juga mencerminkan banyaknya keluarga yang hidup tanpa akses memadai terhadap perumahan layak, sanitasi, pendidikan, hingga layanan kesehatan. Dalam kategori ekstrem, bahkan masih ditemukan warga yang tinggal di rumah tidak permanen, menumpang di lahan orang lain, tanpa kepastian hak atas hunian.

Salah satu contoh paling nyata dari situasi ini tampak di Kampung Sindangsari, Kelurahan Setiamulya, Kecamatan Tamansari. Sebuah rumah bilik berukuran sempit menjadi tempat tinggal satu keluarga yang terdiri dari empat orang. Rumah itu berdiri di atas lahan milik orang lain, berdinding bilik bambu, berlantai papan tipis, dan hanya beratapkan lembaran asbes. Rumah ini dihuni oleh Wawan (46), istrinya, seorang anak, dan adik ipar.

“Saya sudah lama tinggal di sini, tapi lupa sejak kapan persisnya. Tanah ini milik orang, saya hanya numpang karena enggak punya tempat lain,” ujar Wawan.

Untuk menyambung hidup, ia membuat sandal jepit secara manual. Jika usaha tersebut sedang lesu, ia mengambil pekerjaan serabutan dengan penghasilan yang tak menentu. “Kalau ada buat makan hari itu, ya sudah cukup,” katanya dengan tenang.

Cerita Wawan menjadi alasan kuat bagi Wakil Wali Kota Tasikmalaya, Diky Chandra, untuk turun langsung ke lapangan pada Selasa (22/7/2025). Didampingi Dinas Sosial, camat, lurah, dan unsur Muspika setempat, Diky mengunjungi lokasi tempat tinggal Wawan sebagai bagian dari upaya pengkajian mendalam terhadap kemiskinan ekstrem di wilayah tersebut.

Lihat Juga :  Pemkot Tasikmalaya Pertimbangkan Pembatasan Jam Malam untuk Pelajar

“Kita tidak hanya melihat kondisi rumahnya, tapi juga status tanah, penghasilan keluarga, dan akses pendidikan anak-anaknya. Ini semua harus masuk dalam catatan kebijakan,” ujar Diky usai kunjungan.

Ia menegaskan bahwa meskipun tidak memegang penuh kewenangan anggaran, sebagai wakil wali kota dirinya punya tanggung jawab untuk memastikan bahwa intervensi kebijakan benar-benar menjawab kebutuhan warga. Ia menyebut akan menggelar forum diskusi bersama pihak kelurahan dan OPD teknis guna merancang respons terintegrasi.

“Solusinya harus multi-sektor. Tidak cukup dengan bantuan beras atau perbaikan rumah. Harus kita pikirkan juga akses modal usaha, status tempat tinggal, hingga pendidikan anak-anak mereka,” tuturnya.

Lihat Juga :  Tak Punya Kuasa Penuh, Diky Chandra Pakai Jalur Lain Ubah Wajah Kemiskinan di Kota Tasik

Dalam konteks tata kelola anggaran, Diky juga menekankan pentingnya transparansi dan kesesuaian regulasi. Ia tidak ingin ada pelanggaran prosedur dalam proses pengalokasian dana, meskipun motivasinya membantu masyarakat miskin.

“Kita akan konsultasikan dengan wali kota, sekda, dan OPD apakah bisa masuk ke dana Belanja Tidak Terduga (BTT) atau melalui CSR. Tapi semua tetap harus berdasarkan aturan yang berlaku,” jelasnya.

Selain aspek kebijakan, Diky juga mendorong keterlibatan pihak luar seperti TNI, Polri, hingga dunia usaha melalui program CSR. Menurutnya, penyelesaian persoalan kemiskinan tidak bisa hanya dibebankan pada pemerintah daerah semata.

“Masalah kemiskinan ekstrem ini perlu perlakuan khusus. Dan kami terbuka untuk kolaborasi lintas sektor. Asalkan dibolehkan aturan, kenapa tidak?” tegasnya.

Dalam kunjungan tersebut, Pemkot juga melakukan pendataan terhadap warga sekitar yang mengalami kondisi serupa. Data ini akan menjadi acuan dalam perencanaan program lanjutan pada APBD Perubahan maupun anggaran tahun mendatang.

Hingga kini, Dinas Sosial Kota Tasikmalaya mencatat setidaknya ribuan kepala keluarga tergolong miskin ekstrem, tersebar di sejumlah kelurahan, terutama di wilayah pinggiran kota dan kawasan padat penduduk.

Lihat Juga :  Akademisi Sebut Kebudayaan Lokal Perlu Dukungan Nyata, Bukan Sekadar Pernyataan

Pemkot menargetkan penurunan angka kemiskinan hingga satu digit dalam dua tahun mendatang, dengan memprioritaskan intervensi berbasis data dan penguatan program pemberdayaan ekonomi masyarakat.

“Bagi kami, angka 11,10 persen itu bukan sekadar statistik. Di baliknya ada manusia, ada anak-anak yang punya masa depan, dan ada orang tua yang bertahan dalam keterbatasan. Mereka semua berhak mendapat perhatian serius,” pungkasnya. (yna)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos