JAKARTA | Priangan.com – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR sedang menjajaki kemungkinan untuk merevisi delapan undang-undang politik melalui metode omnibus law. Ini merupakan langkah strategis yang dianggap penting untuk menyempurnakan sistem demokrasi dan pemilu di Indonesia.
Dalam sebuah rapat dengar pendapat yang diadakan di Komisi II DPR pada Kamis (31/10), Mendagri Tito Karnavian mengungkapkan bahwa penggunaan metode omnibus law untuk menyatukan revisi undang-undang politik bisa menjadi alternatif yang menarik.
“Bang Doli saya sudah baca juga, untuk menyusun revisi UU tersebut dalam satu paket, omnibus law. Ya, ini boleh saja salah satu opsi. Tapi kita perlu diskusikan antara DPR dengan pemerintah,” ungkap Tito.
Kaji ulang ini diharapkan dapat dimulai setelah pemilihan kepala daerah serentak pada November 2024. Tito menjelaskan bahwa kajian ini akan fokus pada sistem demokrasi dan pemilu di tanah air.
“Setelah selesai desk pilkada, itu adalah kita tadi disampaikan kita mulai memikirkan kembali tentang sistem demokrasi. Sistem kepemiluan. Sistem pilkada,” lanjutnya.
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya telah ditunjuk untuk memimpin kajian ini. Dengan latar belakang akademis yang kuat, termasuk gelar PhD, serta pengalaman praktis di bidang politik, Bima diharapkan dapat membawa perspektif baru dalam proses revisi ini.
“Ini tugasnya Pak Bima Arya, nanti contact person, karena beliau punya passion di situ, PhD di bidang itu. Dan juga pernah ketua asosiasinya. Jadi, beliau akademik sekaligus juga praktisi,” jelas Tito.
Sementara itu, pada Rabu (30/10), Wakil Ketua Baleg DPR Ahmad Doli Kurnia menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan Pemilu 2024. Dalam rapat tersebut, Doli menyampaikan keinginannya untuk mengompilasi berbagai alasan yang mendasari perlunya revisi undang-undang politik.
“Saya tadi mengusulkan ya sudah, kita harus mulai berpikir tentang membentuk undang-undang politik dengan metodologi omnibus law. Jadi karena itu saling terkait semua ya,” ujarnya.
Doli juga menegaskan bahwa revisi ini bukan sekadar formalitas, melainkan suatu kebutuhan mendesak.
Delapan undang-undang yang menjadi sorotan meliputi UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, UU MD3, UU Pemerintah Daerah, UU DPRD, UU Pemerintahan Desa, dan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Menurut Doli, penggabungan undang-undang ini merupakan langkah penting untuk menciptakan sistem yang lebih efisien dan efektif dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Dengan rencana revisi ini, diharapkan sistem demokrasi di Indonesia dapat beradaptasi dengan dinamika zaman dan kebutuhan masyarakat, menciptakan landasan yang lebih kuat bagi masa depan politik nasional. (mth)