TASIKMALAYA | Priangan.com – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Tasikmalaya terus menunjukkan tren mengkhawatirkan. Sepanjang tahun 2025, tercatat 202 kasus, melonjak signifikan dibanding tahun sebelumnya yang berada di angka 164 kasus. Ironisnya, sebagian besar kekerasan justru terjadi di ruang yang seharusnya paling aman: lingkungan keluarga.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPKBP3A) Kota Tasikmalaya, Imin Muhaemin, menyebut lonjakan ini sebagai gambaran fenomena gunung es. Artinya, angka yang tercatat diyakini hanya sebagian kecil dari kasus yang sebenarnya terjadi di masyarakat.
“Tahun 2024 tercatat 164 kasus, sementara tahun 2025 meningkat menjadi 202 kasus. Kenaikan ini salah satunya karena korban mulai berani melapor. Namun yang paling memprihatinkan, mayoritas kasus merupakan kekerasan seksual dengan pelaku berasal dari keluarga sendiri,” ujar Imin, Selasa (23/12/2025).
Imin mengungkapkan, terdapat sekitar 40 jenis kekerasan terhadap perempuan dan anak yang teridentifikasi di Kota Tasikmalaya. Dari 202 laporan tersebut, kasus didominasi oleh asusila, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), anak berhadapan dengan hukum (ABH), persetubuhan anak, hingga sengketa hak asuh.
Menurutnya, kondisi ini menegaskan bahwa kekerasan perempuan dan anak bukan sekadar persoalan individu, melainkan masalah sosial serius yang membutuhkan keterlibatan banyak pihak.
“Edukasi dan sosialisasi harus dipercepat dan diperluas. Tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, tapi perlu melibatkan RT, RW, lurah, KPAI, MUI, PPA, dan seluruh elemen masyarakat,” tegasnya.
Dalam penanganan kasus, PPKBP3A menempuh berbagai langkah, mulai dari mediasi kekeluargaan hingga proses hukum, tergantung tingkat beratnya kasus. Namun Imin mengakui, keterbatasan sumber daya menjadi tantangan besar.
“SDM kami sangat minim, anggaran juga masih jauh dari ideal. UPTD PPA yang ada saat ini masih tipe B dan belum optimal karena struktur pengurusnya belum lengkap,” ungkapnya.
Ke depan, pihaknya berencana memperkuat kolaborasi lintas sektor dan mendorong peningkatan status UPTD PPA menjadi tipe A, agar penanganan dan perlindungan korban bisa dilakukan lebih maksimal.
“Mudah-mudahan tahun depan bisa naik menjadi tipe A sehingga struktur lebih lengkap dan pelayanan terhadap korban kekerasan perempuan dan anak bisa lebih komprehensif,” pungkasnya. (yna)

















