PARIS | Priangan.com – Joan of Arc adalah seorang tokoh muda yang namanya melejit di tengah Perang Seratus Tahun. Ia dikenal sebagai sosok yang membawa harapan baru bagi Prancis setelah berhasil memimpin pasukan dalam sejumlah kemenangan penting.
Salah satu peristiwa paling monumental yang melibatkannya adalah dalam penyerangan ke Paris pada 8 September 1429. Penyerangan ini dilakukan guna mengakhiri kendali Inggris dan sekutu Burgundia atas kota itu.
Serangan dimulai pada pagi hari melalui gerbang Porte Saint-Honoré. Joan, yang saat itu bekerja sama dengan panglima-panglima terkemuka seperti Adipati Alençon, Gilles de Rais, dan Jean de Brosse, memimpin pasukan untuk melakukan serangan langsung ke garis pertahanan kota.
Artileri ringan ditempatkan di bukit Saint-Roch guna memberikan dukungan, namun rintangan yang dihadapi tidaklah mudah. Parit yang penuh air dan tembok pertahanan yang dijaga ketat membuat setiap langkah menjadi sulit ditembus.
Pertempuran berlangsung sengit. Panah-panah beterbangan dari dalam kota, salah satunya mengenai paha Joan. Meski terluka, ia tetap berusaha bertahan di medan tempur dan mendorong semangat pasukannya.
Namun setelah lebih dari empat jam bertempur tanpa keberhasilan berarti, perintah mundur akhirnya datang dari Raja Charles VII. Joan pun dipindahkan ke tempat aman di La Chapelle sebelum dibawa ke Biara Saint-Denis sesuai keputusan raja.
Bagi Prancis, serangan ke Paris itu tidak mencapai tujuan. Kota tetap berada di bawah kendali Inggris dan Burgundia, sementara kegagalan ini berimbas pada berkurangnya pengaruh Joan di lingkaran istana. Charles VII kemudian beralih pada jalur diplomasi, mencoba menjalin kembali hubungan politik dengan Burgundia.
Meski dianggap gagal secara militer, peristiwa ini tetap menjadi bagian penting dari perjalanan Joan of Arc. Ia memperlihatkan keberanian yang luar biasa di tengah tekanan sehingga menjadikannya simbol perjuangan yang melampaui hasil pertempuran itu sendiri. (wrd)
